to diriku…

duh…

uas smster niy Qo ssah amt c???

help me…

ttep smgt!!!^^

Published in: on February 3, 2009 at 5:40 am  Leave a Comment  

material teknik

PENCEGAHAN KOROSI DAN SCALE PADA PROSES PRODUKSI MINYAK
BUMI
PENDAHULUAN
Minyak bumi adalah suatu senyawa hidrokarbon yang terdiri dari karbon (83-87%), hidrogen (11-14%), nitrogen (0,2-0,5%), sulfur (0-6%), dan oksigen (0-3,5%). Proses produksi minyak dari formasi tersebut mempunyai kandungan air yang sangat besar, bahkan bisa mencapai kadar lebih dari 90%. Selain air, juga terdapat komponen-komponen lain berupa pasir, garam-garam mineral, aspal, gas CO2 dan H2S. Komponen-komponen yang terbawa bersama minyak ini
menimbulkan permasalahan tersendiri pada proses produksi minyak bumi. Air yang terdapat dalam jumlah besar sebagian dapat menimbulkan emulsi dengan minyak akibat adanya emulsifying agent dan pengadukan. Selain itu hal yang tak kalah penting ialah adanya gas CO2 dan H2S yang dapar menyebabkan korosi dan dapat mengakibatkan kerusakan pada casing, tubing, sistem perpipaan dan
surface fasilities. Sedangkan ion-ion yang larut dalam air seperti kalsium, karbonat, dan sulfat dapat membentuk kerak (scale). Scale dapat menyebabkan pressure drop karena terjadinya penyempitan pada sistem perpipaan, tubing, dan casing sehingga dapat menurunkan produksi.
KOROSI
Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi
dengan zat asam dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan
menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang
lain pada permukaan metal.
Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu :
! Korosi Internal
yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada minyak
bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang
merupakan penyebab korosi.
! Korosi Eksternal
yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan
peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat
adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah.
2.1. Tempat-tempat Terjadinya Korosi Pada Produksi Minyak
Masalah korosi yang terjadi dilapangan produksi minyak adalah
1. Down Hole Corrosion
High Fluid level pada jenis pompa angguk di sumur minyak dapat
menyebabkan terjadinya stress pada rod bahkan dapat pula terjadi corrosion
fatigue. Pemilihan material untuk peralatan bottom hole pump menjadi sangat
renting. Pompa harus dapat tahan terhadap sifat-sifat korosi dari fluida yang
diproduksi dan tahan pula terhadap sifat abrasi.
2. Flowing well
Anulus dapat pula digunakan untuk mengalirkan inhibitor ke dasar tubing dan
memberikan proteksi pada tabung dari kemungkinan bahaya korosi. Pelapisan
dengan plastik dan memberikan inhibitor untuk proteksi tubing dapat pula
digunakan pada internal tubeing surface.
3. Casing Corrosin .
Casing yang terdapat di sumur-sumur produksi bervariasi dari yang besar
sampai yang cnsentric acid. Diperlukan perlindungan katiodik untuk external
casing. Korosi internal casing tergantung dari komposisi annular fluid.
4. Well Heads .
Peralatan dari well heads, terutama pada well gas tekanan tinggi, sering
mengalami korosi yang disebabkan oleh kecepatan tinggi dan adanya
turbulensi dari gas.
5. Flow Lines
Adanya akuntansi dari deposit di dalam flow line dapat menyebabkan korosi
dan pitting yang akhirnya menyebabkan kebocoran. Internal corrosion di
dalam flow line dapat dicegah dengan inhibitor.
2.2. Tipe korosi di Lapangan Minyak
Tipe-tipe korosi di lapangan minyak pada umumnya diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Uniform Corrosion
yaitu korosi yang terjadi pada permukaan logam yang berbentuk pengikisan
permukaan logam secara merata sehingga ketebalan logam berkurang
sebagai akibat permukaan terkonversi oleh produk karat yang biasanya
terjadi pada peralatan-peralatan terbuka. misalnya permukaan luar pipa.
2. Pitting Corrosion
yaitu korosi yang berbentuk lubang-lubang pada permukaan logam karena
hancurnya film dari proteksi logam yang disebabkan oleh rate korosi yang
berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya pada permukaan
logam tersebut.
3. Stress Corrosion Cracking
yaitu korosi berbentuk retak-retak yang tidak mudah dilihat, terbentuk
dipermukaan logam dan berusaha merembet ke dalam. Ini banyak terjadi
pada logam-logam yang banyak mendapat tekanan. Hal ini disebabkan
kombinasi dari tegangan tarik dan lingkungan yang korosif sehingga struktur
logam melemah.
4. Errosion Corrosion
yaitu korosi yang terjadi karena tercegahnya pembentukan film pelindung
yang disebabkan oleh kecepatan alir fluida yang tinggi, misalnya abrasi pasir,
5. Galvanic Corrosion
yaitu korosi yang terjadi karena terdapat hubungan antara dua metal yang
disambung dan terdapat perbedaan potensial antara keduanya.
6. Crevice Corrosion
yaitu korosi yang terjadi di sela-sela gasket, sambungan bertindih, sekrupsekrup
atau kelingan yang terbentuk oleh kotoran-kotoran endapan atau
timbul dari produk-produk karat.
7. Selective Leaching
korosi ini berhubungan dengan melepasnya satu elemen dari Campuran
logam. Contoh yang paling mudah adalah desinfication yang melepaskan zinc
dari paduan tembaga.
2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Korosi
Laju korosi maksimum yang diizinkan dalam lapangan minyak adalah 5 mpy (mils per year, 1 mpy = 0,001 in/year), sedangkan normalnya adalah 1 mpy atau kurang. Umumnya problem korosi disebabkan oleh air. tetapi ada beberapa
faktor selain air yang mempengaruhi laju korosi) diantaranya:
©2003 Digitized by USU digital library 3
1. Faktor Gas Terlarut.
! Oksigen (02), adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada
metal seperti laju korosi pada mild stell alloys akan bertambah dengan
meningkatnya kandungan oksigen. Kelarutan oksigen dalam air merupakan
fungsi dari tekanan, temperatur dan kandungan klorida. Untuk tekanan 1 atm
dan temperatur kamar, kelarutan oksigen adalah 10 ppm dan kelarutannya
akan berkurang dengan bertambahnya temperatur dan konsentrasi garam.
Sedangkan kandungan oksigen dalam kandungan minyak-air yang dapat
mengahambat timbulnya korosi adalah 0,05 ppm atau kurang. Reaksi korosi
secara umum pada besi karena adanya kelarutan oksigen adalah sebagai
berikut :
Reaksi Anoda : Fe Fe2- + 2e
Reaksi katoda : 02 + 2H20 + 4e 4 OH
! Karbondioksida (CO2), jika kardondioksida dilarutkan dalam air maka akan
terbentuk asam karbonat (H2CO2) yang dapat menurunkan pH air dan
meningkatkan korosifitas, biasanya bentuk korosinya berupa pitting yang
secara umum reaksinya adalah:
CO2 + H2O H2CO3
Fe + H2CO3 FeCO3 + H2
FeC03 merupakan corrosion product yang dikenal sebagai sweet corrosion
2. Faktor Temperatur
Penambahan temperatur umumnya menambah laju korosi walaupun
kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya
temperatur. Apabila metal pada temperatur yang tidak uniform, maka akan
besar kemungkinan terbentuk korosi.
3. Faktor pH
pH netral adalah 7, sedangkan ph < 7 bersifat asam dan korosif, sedangkan
untuk pH > 7 bersifat basa juga korosif. Tetapi untuk besi, laju korosi rendah
pada pH antara 7 sampai 13. Laju korosi akan meningkat pada pH < 7 dan
pada pH > 13.
4. Faktor Bakteri Pereduksi atau Sulfat Reducing Bacteria (SRB)
Adanya bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi ion sulfat menjadi gas H2S,
yang mana jika gas tersebut kontak dengan besi akan menyebabkan
terjadinya korosi.
5. Faktor Padatan Terlarut
! Klorida (CI), klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless
steel. Padatan ini menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrosion, dan
juga menyebabkan pecahnya alooys. Klorida biasanya ditemukan pada
campuran minyak-air dalam konsentrasi tinggi yang akan menyebabkan
proses korosi. Proses korosi juga dapat disebabkan oleh kenaikan
konduktivity larutan garam, dimana larutan garam yang lebih konduktif,
laju korosinya juga akan lebih tinggi.
! Karbonat (C03), kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol
korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung
permukaan metal, tetapi dalam produksi minyak hal ini cenderung
menimbulkan masalah scale.
! Sulfat (S04), ion sulafat ini biasanya terdapat dalam minyak. Dalam air,
ion sulfat juga ditemukan dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan
bersifat kontaminan, dan oleh bakteri SRB sulfat diubah menjadi sulfida
yang korosif.
2.4. Pencegahan Korosi
Dengan dasar pengetahuan tentang elektrokimia proses korosi yang dapat
menjelaskan mekanisme dari korosi, dapat dilakukan usaha-usaha untuk
pencegahan terbentuknya korosi. Banyak cara sudah ditemukan untuk
pencegahan terjadinya korosi diantaranya adalah dengan cara proteksi katodik,
coating, dan pengg chemical inhibitor.
Proteksi Katiodik
Untuk mencegah terjadinya proses korosi atau setidak-tidaknya untuk
memperlambat proses korosi tersebut, maka dipasanglah suatu anoda buatan di
luar logam yang akan diproteksi. Daerah anoda adalah suatu bagian logam yang
kehilangan elektron. Ion positifnya meninggalkan logam tersebut dan masuk ke
dalam larutan yang ada sehingga logaml tersebut berkarat.
Terlihat disini karena perbedaan potensial maka arus elektron akan
mengalir dari anoda yang dipasang dan akan menahan melawan arus elektron
dari logam yang didekatnya, sehingga logam tersebut berubah menjadi daerah
katoda. Inilah yang disebut Cathodic Protection.
Dalam hal diatas elektron disuplai kepada logam yang diproteksi oleh
anoda buatan sehingga elektron yang hilang dari daerah anoda tersebut selalu
diganti, sehingga akan mengurangi proses korosi dari logam yang diproteksi.
Anoda buatan tersebut ditanam dalam suatu elektrolit yang sama (dalam
hal ini tanah lembab) dengan logam (dalam hal ini pipa) yang akan diprotekasi
dan antara dan pipa dihubungkan dengan kabel yang sesuai agar proses listrik
diantara anoda dan pipa tersebut dapat mengalir terus menerus.
Coating
Cara ini sering dilakukan dengan melapisi logam (coating) dengan suatu
bahan agar logam tersebut terhindar dari korosi.
Pemakaian Bahan-Bahan Kimia (Chemical Inhibitor)
Untuk memperlambat reaksi korosi digunakan bahan kimia yang disebut
inhibitor corrosion yang bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada
permukaan metal. Lapisan molekul pertama yang tebentuk mempunyai ikatan
yang sangat kuat yang disebut chemis option. Corrosion inhibitor umumnya
berbentuk fluid atau cairan yang diinjeksikan pada production line. Karena
inhibitor tersebut merupakan masalah yang penting dalam menangani kororsi
maka perlu dilakukan pemilihan inhibitor yang sesuai dengan kondisinya. Material
corrosion inhibitor terbagi 2, yaitu :
1. Organik Inhibitor
Inhibitor yang diperoleh dari hewan dan tumbuhan yang mengandung unsur
karbon dalam senyawanya. Material dasar dari organik inhibitor antara lain:
! Turunan asam lemak alifatik, yaitu: monoamine, diamine, amida, asetat,
oleat, senyawa-senyawa amfoter.
! Imdazolines dan derivativnya
2. Inorganik Inhibitor
Inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang tidak mengandung unsur
karbon dalam senyawanya. Material dasar dari inorganik inhibitor antara lain
kromat, nitrit, silikat, dan pospat.
S C A L E
Istilah scale dipergunakan secara luas untuk deposit keras yang terbentuk
pada peralatan yang kontak atau berada dalam air. Dalam operasi produksi
minyak bumi sering ditemui mineral scale seperti CaSO4, FeCO3, CaCO3, dan
MgSO4. Senyawa-senyawa ini dapat larut dalam air. Scale CaCO3 paling sering
ditemui pada operasi produksi minyak bumi. Akibat dari pembentukan scale pada
operasi produksi minyak bumi adalah berkurangnya produktivitas sumur akibat
tersumbatnya penorasi, pompa, valve, dan fitting serta aliran.
Penyebab terbentuknya deposit scale adalah terdapatnya senyawasenyawa
tersebut dalam air dengan jumlah yang melebihi kelarutannya pada
keadaan kesetimbangan. Faktor utama yang berpengaruh besar pada kelarutan
senyawa-senyawa pembentuk scale ini adalah kondisi fisik (tekanan, temperatur,
konsentrasi ion-ion lain dan gas terlarut).
3.1. Petunjuk dan Identifikasi Masalab Scale dan Kemungkinan
Penyebabnya di lapangan Operasi
Di lapangan operasi masalah scale dan kemungkinan penyebabnya dapat
dilihat dari:
1. Untuk warna terang atau putih
a. Bentuk fisik : Keras, padat, dan gambar halus
Penambahan HCL 15%: Tidak Larut
Komposisi : BaSO4, SrSO4, CaSO4 dalam air yang terkontaminasi
b. Bentuk fisik : Panjang, padat kristalnya seperti mutiara
Penambahan HCL 15% : Larut tanpa ada gelembung gas, larutan
menunjukkan adanya SO4 dengan BaCl2
Komposisi: Gipsum, CaSO4 ,2H20 dalam air terkontaminasi dari dalam air
super saturation.
c. Bentuk fisik : Padat, halus, kristal berbentuk penambahan HCL 15%. Mudah
arut dan ada gelembung gas.
Komposisi : CaCO3, campuran CaCO3 dan MgCO3 jika dilarutkan perlahanlahan.
2. Untuk warna gelap dari coklat sampai dengan hitam
a. Bentuk fisik : Padat dan coklat
Penambahan HCL 15%: Residu berwarna putih, pada pemanasan berwarna coklat
Komposisi : Sama dengan 1a dan 1b untuk residu warna putih, yang
berwarna coklat adalah besi oksida yang merupakan
produk korosi atau pengendapan yang disebabkan oleh
oksigen
b. Bentuk fisik :Padat berwarna putih
Penambahan HCL 15%:Logam hitam larut perlahan-lahan dengan perubahan
pada H2S, putih, residu yang tidak larut
Komposisi :Sama dengan 1a. dan 1b. diatas untuk residunya warna
hitam adalah besi sulfida yang merupakan produk
korosi.
3.2. Reaksi-Reaksi Yang Menyebabkan Scale
Reaksi-reaksi terbentuknya padatan deposit antara lain:
1. BaCL2 + Na2S04 BaSO4 + 2 NaCI
Barium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi
2. CaCl2 + Na2S04 CaSO4 + 2 NaCI
Gipsum terdapat dalam air terkontarninasi atau supersaturation.
3. Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O
Kalsium karbonat terdapat dalam supersaturation karena penurunan tekanan,
panas dan agitasi.
3.3 Pencegahan Scale dengan Scale Inhibitor
Scale inllibitor adalah bahan kimia yang menghentikan atau mencegah
terbentuknya scale bila ditambahkan pada konsentrasi yang kecil pada air.
Penggunaan bahwa kimia ini sangat menarik, karena dengan dosis yang sangat
rendah dapat mencukupi untuk mencegah scale dalam periode waktu yang lama.
Mekanisme kerja scale inhibitor ada dua, yaitu:
1. Scale inhibitor dapat teradsorpsi pada permukaan kristal scale pada saat
mulai terbentuk. Inhibitor merupakan kristal yang besar yang dapat menutupi
kristal yang kecil dan menghalangi pertumbuhan selanjutnya.
2. Dalam banyak hal bahan kimia dapat dengan mudah mencegah menempelnya
suatu partikel-partikel pada permukaan padatan.
Tipe Scale Inhibitor
Kelompok scale inhibitor antara lain: inorganik poliphospat, Inhibitor
organik, Phosponat, ester phospat, dan polimer. Inorganik poliphospat adalah
padatan inorganik non-kristalin. Senyawa ini jarang digunakan dalam operasi
perminyakan. Kerugiannya adalah merupakan padatan dan bahan kimia ini
mudah terdegradasi dengan cepat pada pH rendah atau pada temperatur-tinggi.
Inhibitor organik biasanya dikemas sebagai cairan konsentrat dan tidak dapat
dipisahkan sebagai bahan kimia stabil.
Ester phospat merupakan scale inhibitor yang sangat efektif tetapi pada
temperatur diatas 175°C dapat menyebabkan proses hidrolisa dalam waktu
singkat.
Phosponat merupakan scale inhibitor yang baik untuk penggunaan pada
temperatur diatas 3500F. Sedangkan polimer seperti akrilat dapat digunakan
pada temperatur diatas 350°C.
Pemilihan Scale Inhibitor
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis inhibitor
untuk mendapatkaIl efektifitas kerja inhibitor yang baik adalah sebagai berikut:
! Jenis scale, dengan diketahuinya komposisi scale, dapat dilakukan pemilihan
scale inhibitor yang tepat.
! Kekerasan scale.
! Temperatur, secara umum, inhibitor berkurang keefektifannya apabila
temperatur
! meningkat. Setiap inhibitor mempunyai batas maksimum temperatur operas
agar dapat berfungsi dengan baik.
! pH, kebanyakan scale inhibitor konvensional tidak efektif pada pH rendah.
! Kesesuaian bahan kimia, scale inhibitor yang digunakan harus sesuai dengan
bahan kimia lain yang juga digunakan untuk kepentingan operasi seperti
corrosion inhibitor. Beberapa scale inhibitor ada yang bereaksi dengan
kalsium, magnesium atau barium membentuk scale pada konsentrasi yang
tinggi.
! Padatan terlarut, semakin banyak padatan terlarut maka semakin tinggi
konsentrasi inhibitor yang digunakan.
! Kesesuaian dengan kondisi air, kandungan ion-ion kalsium, barium, dan
magnesium yang ada dalam air akan menyebabkan terjadinya reaksi dengan
beberapa jenis inhibitor sehingga menimbulkan masalah baru yaitu
terbentuknya endapan. Sehingga jenis inhibitor harus dipilih sesesuai
mungkin.
! lklim, setiap inhibitor mempunyai titik lebur tertentu dan cara menginjeksikan
ke dalam sistem, sehingga untuk menghindari terjadinya pembekuan ataupun
perubahan komposisi dari inhibitor.
Beberapa Jenis Scale Inhibitor
1. Hidrokarbon
Hidrokarbon diperlukan sebagai pelarut hidrokarbon digunakan untuk
menghilangkan minyak, parafin, atau asphaltic materials yang menutupi scale
yang terbentuk, karena apabila digunaka asam sebagai penghilang scale maka
asam ini tidak akan bereaksi dengan scale yang tertutupi oleh minyak (oil coated
scale), oleh sebab itu minyak harus dihilangkan terlebih dahulu dari scale dengan
menggunakan hidrokarbon.
2. Asam klorida
Asam klorida adalah bahan yang banya digunakan untuk membersihkan scale
yang telah terbentuk. Bahan ini dapat digunakan pada berbagai kondisi. Asam
klorida digunakan dengan konsentrasi 5%, 10%, atau 15% Hcl. Reaksi yang
terjadi:
CaCO3 + 2 HCI H2O + CO2 + CaCl2
Corrotion inhibitor harus ditambahkan dalam Hcl untuk menghindari efek
keasaman pada pipa yang dapat menyebabkan korosi.
3. Inorganic Converters
Inorganic converters biasanya merupakan suatu karbonat atau hidroksida
yang akan bereaksi dengan kalsium sulfat dan membentuk acid soluble
calcium carbonate. Kemudian diikuti dengan penambahan asam klorida untuk
melarutkan karbonat atau kalsium hidroksida yang terbentuk.
CaSO4 + (NH4)2CO3 (NH4)2S04 + CaCO3
CaCO3 + 2 Hcl H2O + CO2 + CaCl2
CO2 yang terbentuk dari reaksi dengan asam ini akan membantu
mengeluarkan secara mekanis scale yang mungkin tersisa. Inorganic
converters sebaiknya tidak digunakan pada scale yang keras.
4. Organic Converters
Organic converters seperti natrium sitrat, potassium asetat sering digunakan.
Reaktan ini akan bereaksi dengan scale kalsium sulfat, sehingga scale akan
menjadi lebih lunak dan mudah dibersihkan dengan melewatkan air.
5. Natrium Hidroksida
Larutan 10% natrium hidroksida dapat melarutkan hingga 12,5% berat dari
scale kalsium karbonat.
DAFTAR PUSTAKA
Cowan Jack C., et al, Water Fonned Scale Deposit, Gulf Publishing Company,
Houston, Texas.
Maurice I Stewart, Basic Gas Technology For CPl Engineers and Senior Field
Personnel, International Training and Development, CPl, 1997
NACE, Basic Corrosion Cow-se Ninth Printing, Houston, Texas 1978
Ridwan Fakih, Basic Corrosion Engineering, Petroleum Engineering PT CPl,
Pekanbaru, 1993.

Published in: on February 2, 2009 at 3:29 am  Leave a Comment  

material teknik

PENGERJAAN PANAS LOGAM
Baja masih memerlukan pengerjaan lebih lanjut untuk membentuknya menjadi benda yang bermanfaat .Bila ingot lebih dingin, proses pembentukan secara mekanis menjadi batang, baik melalui proses penempaan, pres atau tekan, giling atau ekstuksi. Untuk menghilangkan pengaruh negatif akibat pengerjaan pada suhu tinggi, kebanyakan logam ferrous dibentuk lebih lanjut dengan pengerjaan dingin atau penyelesaian dingin agar diperoleh permukaan yang halus, ketepatan dimensi dan peningkatan sifat mekanik.
Dua jenis pengerjaan mekanik dimana logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk adalah pengerjaan panas dan pengerjaan dingin. Pada pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa. Pada pengerjaan dingin, diperlukan gaya yang lebih besar, akan tetapi kekuatan logam tersebut akan meningkat dengan cukup berarti .
Suhu rekristalisasi logam menentukan batas antara pengerjaan panas dan dingin .Pengerjaan panas logam dilakukan di atas suhu rekristalisasi atau di atas daerah pengerasan kerja. Pengerjaan dingin dilakukan di bawah suhu rekristalisasi dan kadang-kadang berlangsung pada suhu ruang. Suhu rekristalisasi baja berkisar antara 500 OC dan 700 OC. Tidak ada gejala pengerasan kerja diatas suhu rekristalisasi. Pengerasan kerja baru mulai terjadi ketika limit bawah daerah rekristalisasi dicapai.
Selama operasi pengerjaan panas, logam berada dalam keadaan plastik dan muda dibentuk oleh tekanan . pengerjaan panas mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Porositas dalam logam dapat dikurangi. Batangan [ingot] setelah dicor umumnya mengandung banyak lubang-lubang tersebut tertekan dan dapat hilang oleh karena pengaruh tekanan kerja yang tinggi
2. Ketidakmurnianan dalam bentuk inklusi terpecah-pecah dan tersebar dalam logam.
3. Butir yang kasar dan butir berbentuk kolum diperhalus. Hal ini berlangsung di daerah rekristalisasi.
4. Sifat-sifat fisik meningkat, disebabkan oleh karena penghalusan butir. Keuletan dalam logam meningkat.
5. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengubah bentuk baja dalam keadaan panas jauh lebih rendah dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk pengerjaan dingin.
Segi negatif proses pengerjaan panas tidak dapat diabaikan. Pada suhu yang tinggi terjadi oksidasi dan pembentukan kerak pada permukaan logam sehingga penyelesaian permukaan tidak bagus. Alat peralatan pengerjaan panas dan biaya pemeliharaannya tinggi, namun prosesnya masih jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan pengerjaan logam pada suhu rendah.
Proses utama pengerjaan panas logam adalah :
A. Pengerolan [rolling]
B. Penempaan [forging]
1. Penempaan palu
2. Penempaan timpa
3. penempaan umset
4. penempaan tekan penempaan pres
5. penempaan rol
6. Penempaan dingin
C. Ekstrusi
D. Pembuatan pipa dan tabung
E. Penarikan
F. Pemutaran panas
G. Cara khusus
4.1. PENGEROLAN
Batang baja yang tidak dilebur kembali dan dituang dalam cetakan diubah bentuknya dalam dua tahap :
1. Pengerolan baja menjadi barang setengah jadi: bloom, bilet, slab.
2. Pemrosesan selanjutnya dari bloom, bilet, slab menjadi pelat, lembaran, batangan, bentuk profil atau lembaran tiffs [foil].
Baja didiamkan dalam cetakan ingot hingga proses solidipikasi lengkap, kemudian dikeluarkan dari cetakan. Selagi panas, ingot dimasukan dalam dapur gas yang disebut pit rendam dan dibiarkan sampai mencapai suhu kerja merata sekitar 1200 °C. Ingot kemudian dibawa ke mesin pengerolan dimana ingot dibentuk menjadi bentuk setengah jadi seperti bloom, bilet, slab. Bloom mempunyai ukuran minimal 150×150 mm. Bilet lebih kecil daripada bolm dan mempunyai ukuran persegi, ukuran mulai dari 40x40mm sampai 150×150 mm. Bloom atau bilet dapat digiling menjadi slab yang mempunyai lebar minimal 250 mm dan tebal minimal 40 mm. Lebar selalu tiga (atau lebih) kali tebal, dengan ukuran maksimal 1500 mm. Pelat, skelp dan setrip tipis digiling dari slab.
Salah satu efek dari operasi pengerjaan panas pengerolan ialah penghalusan butir yang disebabkan rekristalisasi. Hal ini dapat dilihat pada gamar 1 Struktur yang kasar, kembali menjadi struktur memanjang akibat pengaruh penggilingan. Karena suhu yang tinggi, rekristalisasi terjadi dan butir halus mulai terbentuk. Butir-butir tersebut tumbuh dengan cepat sampai limit bawah suhu rekristalisasi tercapai.
Aksi jepit pada benda kerja diatasi oleh gaya gesek pada daerah kontak dan logam tertarik diantara rol. Logam keluar dari rol dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan masuk.
Pada titik antara A dan B kecepatan logam sama dengan kecepatan keliling rol. Ketebalan mengalami deformasi terbanyak sedangkan lebar hanya bertambah sedikit. Keseragaman suhu sangan penting pada semua operasi pengerolan karena hal tersebut berpengaruh atas aliran logam dan plastisitas.
Pengerolan primer dilakukan dalam mesin rol bolak-balik bertingkat dua atau mesin rol kontinyu bertingkat tiga. Pada mesin bolak-balik bertingkat dua seperti gambar 2A lembaran logam bergerak diantara rol, yang kemudian dihentikan dan dibalik arahnya dan operasi tersebut diulang lagi. Pada interval tertentu logam diputar 90 derjat agar penampang uniform dan butir-butir merata dalam logam tersebut. Diperlukan sekitar 30 pas untuk mengurangi penampang ingot yang besar menjadi bloom (150 X 150 mm minimal). Pada rol atas maupun bawah terdapat alur sehingga memungkinkan reduksi luas penampang dalam berbagai ukuran mesin serbaguna karena dapat diatur kemampuannya sesuai dengan ukuran batangan dan laju reduksi. Hanya ukuran panjang batangan yang dapat dirol tebatas dan pada setiap siklus pembalikan gaya kelembaman harus diatasi. Kerugian ini diatasi pada mesin rol bertingkat tiga, gambar 2.C, namun disini diperlukan adanya mekanisme elevasi. Selain ini terdapat sedikit kesulitan dalam mengatur kecepatan nol, mesin rol bertingkat tiga lebih murah dan mempunyai keluaran lebih tinggi dibandingkan dengan mesin bolak-balik.
4.2. PENEMPAAN
Penempaan palu
Pada proses penempaan logam yang dipanaskan ditimpa dengan mesin tempa uap diantara perkakas tangan atau die datar. Penempaan tangan yang dilakukan oleh pandai besi merupakan cara penempaan
tertua yang dikenal. Pada proses ii tidak dapat diperoleh ketelitian yang tinggi dan tidak dapat pula dikerjakan pada benda kerja yang rumit. Berat benda tempa berkisar antara beberapa kilogram sampai 90 Mg.
Mesin tempa ringan mempunyai rangka terbuka atau rangka sedehana, sedang rangka ganda digunakan untuk benda tempa yang lebih besar dan berat. Pada gambar 4 dapat dilihat mesin tempa uap.
Penempaan Timpa
Perbedaan penempaan palu dan penempaan timpa terletak pada jenis die yang digunakan. Penempaan timpa menggunakan die tertutup, dan benda kerja terbentuk akibat impak atau tekanan, memaksa logam panas yang plastis, dan mengisi bentuk die. Pada operasi ini ada aliran logam dalam die yang disebabkan oleh timpaan yang bertubi-tubi. Untuk mengatur aliran logam selama timpaan, operasi ini dibagi atas beberapa langkah. Setiap langkah merubah bentuk kerja secara
bertahap, dengan demikian aliran logam dapat diatur sampai terbentuk benda kerja.
Suhu tempa untuk baja 1100° – 1250°C, tembaga dan paduannya: 750-925°C, magnesium: 370-450°C benda tempa dengan die tertutup mempunyai berat mulai dari beberapa gram sampai 10 Mg.
Dikenal dua jenis mesin penempaan timpa yaitu: palu uap dan palu gravitasi. Pada palu uap pembenturan tekanan impak terjadi akibat gaya palu dan die ketika mengenai die bawah tetap.  Untuk mengangkat palu digunakan udara atau uap. Dapat diatur tinggi jatuhnya dengan program, oleh karena itu dapat dihasilkan benda kerja yang lebih uniform. Palu piston dibuat dengan kapasitas mulai dari berat palu 225 Kg sampai 4500 kg. Palu piston banyak digunakan di industri perkakas tangan, gunting, sendok, garpu, suku cadang, dan bagian pesawat terbang.
Bahan diletakkan pada bidang impak dimana kedua bagian die bertemu. Deformasi dalam bahan menyerap energi. Pada proses ini bahan mengalami deformasi yang sama pada kedua sisinya; waktu kontak antara bahan dan die lebih singkat, energi yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan proses tempa lainnya dan benda dipegang secara mekanik.
Setelah selesai, semua benda tempa rata-rata tertutup oleh kerak harus dibersihkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mencelupkannya dalam asam, penumbuhan peluru atau tumbling, tergantung pada ukuran dan komposisi benda tempa Bila selama penempaan terjadi distrosi, operasi pelurusan atau menempatkan ukuran dapat dilakukan .
Keuntungan dari operasi penempaan ialah struktur kristal yang halus dari logam, tertutup lubang-lubang, waktu pemesinan yang meningkatnya sifat-sifat fisis. Baja karbon, baja paduan besi tempa, tembaga paduan aluminium dan paduan magnesium dapat ditempa. Kerugian ialah timbulnya inklusi kerak dan mahalnya die sehingga tidak ekonomis untuk membentuk benda dalam jumlah yang kecil.
Penempan dengan die tertutup mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan penempaan dengan die terbuka, antara lain penggunaan bahan yang lebih ketat, kapasitas produksi yang lebih tinggi dan tidak diperlukannya keahlian khusus.
Penempaan Tekan
Pada penempaan tekan, deformasi plastik logam melalui penekanan berlangsung dengan lambat, yang berbeda dengan impak palu yang berlangsung dengan cepat. Mesin tekan vertikal dapat digerakkan secara mekanik atau hidrolik. Pres mekanik yang agak lebih cepat dapat menghasilkan antara 4 dan 90 MN (Mega Newton). Tekanan yang diperlukan untuk membentuk baja suhu tempa bervariasi antara 20-190 MPa (Mega Pascal). Tekanan dihitung terhadap penampang benda tempa pada garis pemisah die.
Untuk mesin tekan kecil digunakan die tertutup dan hanya diperlukan satu langkah pembentur untuk penempaan. Tekanan maksimum terjadi pada akhir langkah yang memaksa membentuk logam.
Pada penempaan tekan pada sebagian besar energi dapat diserap oleh benda kerja sedang pada tempa palu sebagian energi diteruskan ke mesin dan pondasi. Reduksi dan benda kerja jauh lebih cepat, oleh karena itu biaya operasi lebih rendah. Banyak bagian dengan bentuk yang tak teratur dan rumit dapat ditempa secara lebih ekonomis dengan proses temap timpa.
Penempaan Upset
Panjang benda upset 2 atau 3 kali diameter batang, bila tidak benda kerja akan bengkok.
Pelubangan progresif sering dilakukan pada penempaan upset seperti untuk membuat selongsong peluru artileri atau silinder mesin radial.
Urutan operasi untuk menghasilkan benda berbentuk silinder bisa dilihat pada gambar 9. Potongan bahan bulat dengan panjang tertentu dipanaskan sampai suhu tempa, kemudian bahan ditekan secara progresif untuk melobanginya sehingga diperoleh bentuk tabung.
Penempaan Rol
Batang bulat yang pendek dikecilkan penempangannya atau dibentuk tirus dengan mesin tempat rol. Bentuk mesin rol terlihat pada gambar 10 dimana rol tidak bulat sepenuhnya, akan tetapi Asyari Daryus – Proses Produksi dipotong 25-75°% untuk memungkinkan bahan tebuk masuk diantara rol. Bagian yang bulat diberi alur sesuai dengan bentuk yang dihendakinya. Bila rol dalam berada dalam posisi terbuka, operator menempatkan batang yang dipanaskan di antara rol. Ketika rol berputar, batang dijepit oleh alur rol dan didorong ke arah operator. Bila rol terbuka, batang didorong kembali dan digiling lagi, atau dipindahkan keluar berikutnya untuk lengkap pembentukan selanjutnya.
Untuk mengerol roda, ban logam dan benda-benda serupa lainnya diperlukan mesin rol yang agak berbeda. Pada gambar 11 terlihat proses untuk mengerol roda. Bila roda berputar diamer berangsur-angsur bertambah sedang pelat dan rim makin tipis. Roda dirol sampai mencapai diameter sesuai dengan ukuran kemudian dipindahkan ke mesin pres lainnya untuk proses pembentukan akhir.
4.3. EKSTRUSI
Ekstrusi merupakan proses dengan deformasi atau perubahan bentuk yang tinggi dan dapat membuat penampang dengan panjang hingga 150 m. Jenis produk ekstrusi : batang, pipa, profil tertentu, patron kuningan, kabel berselongsong timah hitam. Logam timah hitam dan timah putih, serta aluminium dapat diekstrusi dalam keadaan dingin, sedang untuk logam lain harus dipanaskan terlebih dahulu. Ekstrusi logam menggunakan pres type horisontal dan dijalankan secara hidrolik. Kecepatan tekan bergantung pada suhu dan bahan, mulai dari beberapa meter permenit sampai 275 m/ menit.
Keuntungan dari ekstrusi :
• membuat berbagai jenis bentuk berkekuatan tinggi
• ketepatan ukuran
• penyelesaian permukaan yang baik pada kecepatan produksi yang tinggi
• harga die yang relatif rendah
Ekstrusi Langsung
Bilet bulat yang telah dipanaskan, dimasukkan dalam ruang die, balok dummy dan ram diletakkan pada posisinya. Logam diekstrusi melalui lubang pada die. Proses ekstrusi ini bisa dilihat pada gambar 12.
Ekstrusi Tidak Langsung
Hampir sama dengan ekstrusi langsung, namun logam yang diekstrusi ditekan keluar melalui lubang yang terdapat ditangah ram. Gaya yang diperlukan lebih rendah karena tidak ada gesekan antara bilet dan dinding konteiner.
Kelemahannya : ram tidak kokoh karena terdapat lubang ditengahnya dan produk hasil ekstrusi sulit ditopang dengan baik.
Ekstrusi Impak
Pada proses ini slug ditekan sehingga bahan slug terdorong keatas dan sekelilingnya. Ekstrusi Impak merupakan proses pengerjaan dingin logam meskipun begitu, pada beberapa jenis logam dan benda kerja, khususnya dengan dinding yang tebal, slug dipanaskan.
4.4. PEMBUATAN PIPA DAN TABUNG
Pipa dan tabung dapat dibuat dengan pengelasan tumpu atau pengelasan listrik lembaran yang dilengkungkan, penusukan tembus, dan ekstrusi. Penusukan tembus dan ekstrusi digunakan untuk pembuatan pipa penyaluran gas atau bahan kimia cair.
Pipa las tumpu digunakan dalam bidang konstruksi, tiang penyangga, saluran air, gas dan limbah. Pipa las listrik digunakan untuk mengalirkan produk minyak bumi atau air.
Las Lantak
Proses las lantak terbagi 2, yaitu :
a. Las Lantak Terputus
Baja yang dilas disebut skelp. Skelp dilengkungkan sampai bulat. Sebagai proses awal salah satu ujung skelp dibentuk agar mudah masuk dalam cetakan yang berbentuk lonceng. Setelah skelp dipanaskan sesuai suhu las, skelp ditarik hingga menjadi bulat dan kedua tepinya dilas menjadi satu. Selanjutnya pipa dilewatkan pada rol penyelesaian untuk memperoleh ketepatan ukuran dan untuk membersihkan teraknya.
b. Las Lantak Kontinu
Skelp berbentuk gulungan dan pita dilas membentuk pita yang kontinu. Tepi pita dipanaskan pada dapur kemudian setelah dikeluarkan dari dapur skelp memasuki serangkaian rol yang horisontal dan vertikal yang membentuknya menjadi pipa. Ukuran yang dapat dibuat dengan las lantak kontinu berkisar antara diameter 75 mm.
Las Lantak Listrik
Pembentukan sirkular pada pelat dilakukan dengan melalukan pelat melalui pasangan-pasangan rol secara kontinyu yang secara berangsur-angsur mengubah bentuk pelat. Perangkat pengelasan ditempatkan pada ujung mesin rol yang terdiri dari : 3 rol senter, rol tekan, dan dua elektroda rol yang mengalirkan arus penghasil panas. Setelah dilakukan pengelasan, pipa kemudian melalui rol ukuran dan rol penyelesaian agar pipa betul – betul konsentris dan ukurannya sesuai. Proses ini dapat membuata pipa berdiameter 400 mm dengan ketebalan antara 3 sampai 5 mm.  Skelp dibentuk menjadi pipa las lantak kontinyu.
Las Tumpuk
Tepi skelp yang berbentuk agak tirus dipanaskan, lalu skelp ditarik melalui die atau diantara rol sehingga berbentuk silinder dengan tepinya saling tertindih. Diantara rol terdapat mandril yang ukurannya sama dengan diameter dalam pipa. Tepi-tepi dilas dengan tekanan antara rol dan mandril.
Pelubangan Tembus
Pada pembuatan pipa atau tabung tanpa kampuh, bilet baja silindris bergerak diantara dua rol berbentuk konis yang berputar dalam arah yang sama. Diantara kedua rol terdapat mandril yang akan melubangi pipa.
Mula – mula bilet dari lubang senter dipanaskan hingga mencapai suhu tempa, kemudian ditampa masuk diantara kedua rol penembus yang memaksa bilet berputar dan bergerak maju. Proses ini nantinya akan menghasilkan lubang tengah yang besar sesuai dengan mandril. Setelah keluar dari pelubang tembus, tabung yang berdinding tebal bergerak melalui rol yang beralur sedang, ditengahnya terdapat mandril berbentuk sumbat dan pipa bertambah panjang dan tipis sesuai dangan ukuran yang diinginkan. Kemudian masuk ke mesin pelurus dan pengatur ketepatan ukuran.
Proses ini dapat membuat tabung tanpa kampuh dengan diameter hingga 150 mm. Untuk tabung yang berdiameter lebih dari 150 mm harus melalui tahap pelubangan tembus kedua dan pelubangan tembus ganda. Kecepatan produksi mesin pelubangan tembuis kontinu mencapai 390 m/ menit.
Ekstrusi Tabung
Ekstrusi tabung merupakan bagian dari ekstrusi langsung, tetapi menggunakan mandril untuk membuat lubang bagian dalam tabung. Bilet diletakkan dalam die, mandril didorong melalui bilet dan ram mengekstrusi logam melalui die disekeliling mandril. Kecepatan ekstrusi tabung sampai 180 m / menit, digunakan untuk tabung gas.
4.5. PENARIKAN
Bloom panas dipasang pada mesin pres vertikal dan dibentuk menjadi benda tempa berongga dengan alas tertutup, lalu benda tempa yang panas kembali dimasukkan dalam pres vertikal dengan die yang semakin kecil. Pelubang yang digerakkan secara hidrolis menekan silinder yang dipanaskan. Untuk silinder berdinding tipis atau tabung pemanas dan penarikan perlu diulang beberapa kali. Untuk ujung pipa tertutup harus dipotong dan dirol kembali agar ukurannya tepat dan hasilnya baik, sedang ujung pipa terbuka ditempa kembali agar membentuk leher silinder atau direduksi denga pengelolaan panas.
4.6. PEMUTARAN PANAS
Proses ini dilakukan untuk membentuk pelat bulat yang tebal, besar, mengecilkan, atau menutup ujung dari pipa. Proses ini menggunakan sejenis mesin bubut dan diputar dengan cepat. Pembentukan dilakukan dengan menekan alat yang tumpul pada permukaan benda kerja yang berputar. Logam mengalami deformasi dan menyesuaikan bentuk dengan mandril. Setelah proses berjalan gesekan menimbulkan panas yang dapat melunakan logam.
4.7. Penempaan Panas
Thermo – Forging menggunakan suhu kerja antara pengerjaan dingin dan panas. Pada penempaan panas logam tidak akan mengalami perubahan metalurgi dan tidak terdapat cacat-cacat yang biasa ditemui pada suhu tinggi. Suhu logam, tekanan tempa, dan kecepatan tempa harus diatur dengan teliti karena logam berada dibawah suhu rekristalisasi. Pada gambar 18 terlihat gambar penampang suatu kepala sekrup sok. Kelihatan struktur serat yang kontinyu, menunjukkan kekuatan yang tinggi.

Published in: on February 2, 2009 at 3:17 am  Leave a Comment  

material teknik

PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN IMPAK KOMPOSIT ENCENG GONDOK DENGAN MATRIKS POLIESTER

PENDAHULUAN

Penggunaan dan pemanfaatan material komposit dewasa ini semakin berkembang, seiring dengan meningkatnya penggunaan bahan tersebut yang semakin meluas mulai dari yang sederhana seperti alat-alat rumah tangga sampai sektor industri baik industri skala kecil maupun industri skala besar. Komposit mempunyai keunggulan tersendiri dibandingkan dengan bahan teknik alternative lain seperti kuat, ringan, tahan korosi, ekonomis dsb.

Serat enceng gondok merupakan salah satu material natural fibre alternatif dalam pembuatan komposit secara ilmiah pemanfaatannya masih dikembangkan, karena belum ditemukan material komposit yang menggunakan serat enceng gondok. Serat enceng gondok sekarang banyak digunakan dalam industri-industri mebel dan kerajinan rumah tangga karena selain mudah didapat, murah, dapat mengurangi polusi lingkungan (biodegradability) sehingga komposit ini mampu mengatasi permasalahan lingkungan, serta tidak membahayakan kesehatan. Pengembangan serat enceng gondok sebagai material komposit ini sangat dimaklumi mengingat dari segi ketersediaan bahan baku serat alam, Indonesia memiliki bahan baku yang cukup melimpah.

Dari pertimbangan-pertimbangan diatas maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data kemampuan mekanis dan fisis berupa kekuatan tarik, kekuatan bending, dan kekuatan impack dari komposit serat enceng gondok dengan matrik resin polyester.

Agar permasalahan yang dibahas tidak melebar maka perlu diadakan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Bentuk spesimen

Bentuk spesimen komposit adalah plat dengan fraksi volume serat enceng

70 Pramuko I Purboputro, Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Impak

Enceng Gondok dengan Matrik Poliester

gondok 20% ( tetap ) dengan panjang serat 25mm, 50mm, dan 100m. Karena cara memperoleh serat enceng gondok menggunakan cara manual (tanpa permesinan ) tidak semua serat memiliki kualitas dan panjang yang sama.

2. Bahan benda uji

Benda uji dibuat menggunakan serat enceng gondok dengan kadar air 20% menggunakan matrik resin polyester.

3. Cara pembuatan benda uji

4. Benda uji dibuat dengan cara hand lay up dan dengan penekanan secara manual menggunakan kaca sebagai cetakan dan penekan.Pengujian komposit

Pengujian komposit berupa uji kekuatan impack, struktur

TINJAUAN PUSTAKA

Pemikiran tentang penggabungan atau kombinasi bahan-bahan kimia atau elemen-elemen struktur dapat dilakukan dengan berbagai tujuan,tetapi dalam bidang engenering tujuan dari konsep penggabungan ini harus dibatasi , yaitu hasil dari penggabungan itu harus dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah yang ada saat ini,atau paling tidak dengan kebutuhan perencanaan suatu komponen struktur (Hadi,1997).

Bahan komposit sebenarnya banyak sekali terdapat di alam karena bahan komposit terdiri dari bahan organik maupun bahan anorganik, misalnya bamboo, kayu, serat enceng gondok, tebu, dan sebagainya. Secara tidak sadar sebe-narnya kita telah mengenal berbagai jenis komposit. Seorang petani memperkuat tanah liat dengan jerami, pengrajin besi membuat pedang secara berlapis, dan beton bertulang merupakan beberapa jenis komposit yang sudah lama kita kenal (Diharjo,2003).

Pengertian Komposit

Sebetulnya kita mengetahui bahwa material/bahan terdiri dari logam, polimer, keramik dan komposit. Masing-masing material mempunyai keunggulan masing-masing.

Komposit serat adalah komposit yang terdiri dari fiber didalam matriks. Secara alami serat yang panjang mempunyai kekuatan yang lebih dibanding serat yang berbentuk curah (bulk). Serat panjang mempunyai struktur yang lebih sempurna karena struktur kristal tersusun sepanjang sumbu serat dan cacat internal pada serat lebih sedikit dari pada material dalam bentuk curah. Bahan pangikat atau penyatu serat dalam material komposit disebut matriks. Matriks secara ideal seharusnya berfungsi sebagai penyelubung serat dari kerusakan antar serat berupa abrasi, pelin-dung terhadap lingkungan (serangan zat ki-mia, kelembaban), pendukung dan mengin-filtrasi serat, transfer beban antar serat, dan perekat serta tetap stabil secara fisika dan kimia setelah proses manufaktur. Matriks dapat berbentuk polimer, logam, karbon, maupun keramik

Jenis/Sifat

Berat Jenis

Serat enceng gondok

0,25gr/cm3

Serat tebu

0,36 gr/cm3

Serat pohon kelapa

1,36 gr/cm3

Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Impak

Enceng Gondok dengan Matrik Poliester

Pengujian di laboratorium Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pembuatan Benda Uji

Proses pembuatan komposit serat Enceng gondok dengan matrik polyester adalah sebagai berikut :

1) Tanaman enceng gondok dicuci,lalu dikeringkan selama ± 10 hari..

2) Pembuatan cetakan

Untuk pengujiaan tarik menggunakan kaca dengan ketebalan 4 mm dengan ukuran 225 x 130 mm dan mempunyai daerah pencetakan 165 x 70 mm, untuk pengujian impak menggunakan kaca dengan ketebalan 10 mm dengan ukuran 130 x 100 mm dan mempunyai daerah pencetakan 70 x 40 mm, sedangkan untuk pengujian bending menggunakan kaca dengan ketebalan 4 mm dengan ukuran 210 x 110 mm dan mempunyai daerah pencetakan 10 x 50 mm.

3) Pengambilan serat dari tanaman enceng gondok dengan menggunakan bantuan sikat kawat, tanaman enceng gondok tersebut setelah kering disikat dengan cara membujur searah dengan sikat kawat tersebut, lalu serat tersebut akan memisah dari daging tanaman tersebut. Srat tersebut lalu dipotong 25mm, 50mm, 100mm.

4) Pengolesan wax mold release atau kit mobil pada cetakan untuk memudahkan pengambilan benda uji dari cetakan.

5) Serat ditaruh dalam cetakan secara acak, lalu resin polyester dituangkan ke dalam cetakan tersebut.

6) Penutupan dengan menggunakan kaca yang bertujuan agar void yang kelihatan dapat diminimalkan jumlahnya yang kemudian dilakukan pengepresan dengan menggunakan plat besi yang dikencangkan dengan baut dan mur.

7) Proses pengeringan dibawah sinar matahari, proses ini dilakukan sampai benar-benar kering yaitu 5 – 10 jam dan apabila masih belum benar-benar kering maka proses pengeringan dapat dilakukan lebih lama.

8) Proses pengambilan komposit dari cetakan yaitu menggunakan pisau ataupun cutter.

9) Benda uji komposit siap untuk dipotong menjadi spesimen benda uji.

10) Pengujian Impact

PEMBAHASAN

Pembahasan pengujian impact

Untuk hasil pengujian impact, perbedaan harga impact rata-rata dari masing-masing jenis komposit tidak begitu besar. Hal itu disebabkan karena matrik yang digunakan hanya satu jenis yaitu polyester. Harga impact rata-rata yang tertinggi adalah komposit serat enceng gondok dengan panjang 25 mm yaitu 0,002344 J/mm2 sedangkan yang terendah adalah komposit serat enceng gondok dengan panjang 100 mm yang mempunyai harga impact rata-rata 0,0010836 J/mm2.

Perbedaan harga impact rata-rata dari ketiga jenis komposit dapat disebabkan oleh beberapa sebab diantaranya adalah kekuatan komposit yang kurang merata disetiap tempat dan distribusi serat yang kurang merata sehingga energi yang diserap menjadi lebih kecil. Sedangkan

patahan yang terjadi adalah jenis patahan getas.

Enceng Gondok dengan Matrik Poliester

KESIMPULAN

1. Semakin panjang serat maka harga impak akan semakin menurun, karena ikatan antara matriks dan serata semakin kuat sehinga serat akan patah pada garis patahnya

2. Kekuatan impak maksimum terjadi pada panjang serat 50 mm, engan kekuatan harga impak ,002344

DAFTAR PUSTAKA

ASTM, 1990, Standards and Literature References for Composite Materials, 2d ed., American Society for Testing and Materials, Philadelphia, PA.

Budinski, Kenneth, 2000, Engineering Materials Properties and Selection sixth Edition, Prentice Hall, New Jersey.

MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli 2006, 70-76 75

Gibson.Ronald F., 1994, Principles Of Composite Material Mechanics, Mc Graw Hill Inc, New York.

Jamasri, 2002, Buku Pegangan Kuliah Komposit, Surakarta

Jones, M. R.,1975, Mechanics of Composite Materials, Mc Graw Hill Kogakusha, Ltd.

Roseno, Seto, 2003, Karakteristik dan Model Mekanis Material Komposit Berpenguat Serat Alam, , BPPT , Jakarta.

Shackelford James F, 1996, Introduction To Materials Science For Engineers, Prentice Hall International. Inc, London.

Staf Laboratorium Bahan Teknik, 2005., Petunjuk Praktikum Ilmu Logam,Teknik Mesin UGM, Yogyakarta.

Surdia T., Saito S, 1991, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta.

Vlack Lawrence H.Van , 1995, Ilmu dan Teknologi Bahan, terjemahan Ir. Sriati Djaprie, Erlangga, Jakarta.

76 Pramuko I Purboputro, Pengaruh Panjang Serat terhadap Kekuatan Impak

Enceng Gondok dengan Matrik Poliester

Published in: on February 2, 2009 at 3:01 am  Leave a Comment  

material teknik

PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BAJA KARBON RENDAH AKIBAT PENGARUH PROSES PENGARBONAN
DARI ARANG KAYU JATI
PENDAHULUAN
Pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu penanganan yang tepat sehingga implementasi dari penggunaan logam tersebut dapat sesuai dengan kebutuhan yang ada, khususnya baja. Penggunaan baja karbon rendah banyak digunakan lebih disebabkan karena baja karbon rendah memiliki keuletan tinggi dan mudah dimachining, tetapi kekerasannya rendah dan tidak tahan aus. Baja ini tidak dapat dikeraskan dengan cara konvensional karena kadar karbonnya yang rendah, sehingga dilakukan proses Carburising. Proses Carburising sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penambahan kandungan unsur karbon (C) pada permukaan baja. Proses Carburising yang tepat akan menambah kekerasan permukaan sedang pada bagian inti tetap liat.
Masyrukan, Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Baja Karbon Rendah
Akibat Pengaruh Proses Pengarbonan dari Arang Kayu Jati
40
Selain dari pada itu ada hal yang perlu diperhatikan sebelum memulai proses pengarbonan (Carburising), yaitu komposisi kimia khususnya perubahan unsur karbon (C) akan dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat mekanik baja tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Baja Karbon
Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut akan berpengaruh terhadap mutu dari baja tersebut.
Pada baja karbon rendah mempunyai kandungan karbon % C < 0,3 %. Sifat kekerasannya relatif rendah, lunak dan keuletannya tinggi. Baja karbon rendah biasanya digunakan dalam bentuk pelat, profil, sekrap, ulir dan baut.
Pengerasan Permukaan Baja (Steel Surface Hardening)
Pengerasan permukaan dilakukan dengan 2 cara yaitu seluruh permukaan dikeraskan atau sebagian saja dari permukaan yang dikeraskan. Tujuan pengerasan permukaan secara umum adalah memperbaiki ketahanan aus dan ketahanan korosi. Pengerasan permukaan pada baja meliputi dua jenis yaitu Induction Hardening dan Thermo Chemical Treatment.
Prinsip kerja Induction Hardening a-dalah memanaskan permukaan baja hing-ga temperatur austenit yang sesuai dengan baja yang bersangkutan, kemu-dian disemprotkan pendingin sehingga permukaan menjadi keras.
Prinsip kerja dari Thermo Chemical Treatment adalah menambahkan unsur karbon ke dalam baja untuk mengeraskan bagian permukaan baja tersebut. Salah satu penerapan dari proses Thermo Chemical Treatment adalah carburising (pengar-bonan).
Thermo Chemical Treatment dilaku-kan terhadap baja yang mempunyai kadar karbon di bawah 0,3%. Kadar karbon ini tidak memungkinkan ter-jadinya fasa martensit yang keras.
Carburising
Pengarbonan(carburising) merupakan suatu proses penambahan kandungan karbon pada permukaan baja untuk mendapatkan sifat baja yang lebih keras pada permukaannya. Kondisi ini sangat diperlukan untuk komponen-komponen yang mensyaratkan tahan aus.
Pada pengarbonan padat, dipakai arang yang dicampur dengan 10% – 20% Na2CO3 / BaCO3, baja dimasukan ke dalam campuran ini, ditempelkan pada suatu wadah dan ditutup rapat kemudian dipanaskan. Dengan demikian permu-kaan baja akan mempunyai kadar karbon yang lebih tinggi.
Kandungan karbon akan bervariasi dalam arah menuju inti. Pada permukaan kandungan karbon tinggi, dan akan berkurang dalam arah menuju inti. Konsekuensinya struktur mikro akan berubah pula dari permukaan menuju inti.
Quenching
Quench (celup cepat) adalah salah satu perlakuan panas dengan laju pendinginan cepat yang dilakukan dalam suatu media pendingin misal air atau oli. Untuk memperoleh sifat mekanik yang lebih keras. Untuk baja karbon rendah dan baja karbon sedang lazim dilakukan pencelupan dengan air.
Untuk baja karbon tinggi dan baja paduan biasanya digunakan minyak sebagai media pencelupan, pendinginannya tidak secepat air. Tersedia berbagai jenis minyak, seperti minyak mineral dengan kecepatan pendinginan yang berlainan sehingga dapat diperoleh baja dengan berbagai tingkat kekerasan. Untuk pendinginan yang cepat dapat digunakan air garam atau air yang disemprotkan. Beberapa jenis logam dapat dikeraskan melalui pendinginan udara terlalu lambat. Benda yang agak besar biasanya dicelup dalam minyak. Suhu media celup harus merata agar dapat dicapai pendinginan yang merata pula. Media pendinginan yang digunakan dalam produksi harus dilengkapi dengan perlengkapan pendinginan.
METODOLOGI PENELITIAN
Diagram alir pada penelitian ini dibuat agar mudah dalam pelaksanaan penelitian. Adapun diagram alirnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Persiapan Benda Uji
Material yang akan diuji pada penelitian ini adalah baja cor produksi pabrik pengecoran Batur, Ceper, Klaten. Sedangkan banyaknya benda uji adalah 8 buah, yaitu 3 untuk uji kekerasan dan sekaligus untuk uji struktur mikro, dan 1 adalah raw material untuk uji kekerasan dan sekaligus juga untuk uji struktur mikro, 3 yang lain untuk uji impact sedangkan yang 1 untuk raw material uji impact.
Pemotongan
Pemotongan benda uji ini dilakukan dengan menggunakan gergaji yang dibilasi dengan air .
Karbonasi
Karbonasi dilakukan pada dapur pemanas (oven). Karbonasi ini menjadi penelitian karena yang akan diuji adalah pengaruh karbonasi terhadap baja karbon rendah.
Pada pengujian ini sistim yang karbonasi dipakai adalah pack karburizing atau pengkarbonan dengan media padat. Sedangkan bahan yang dipakai adalah arang kayu jati.
Mula-mula benda dipanaskan dalam tungku (oven) dengan suhu pemanas 900 0C, sedangkan lama pemanasan 2, 4, dan 6 jam.
Setelah benda uji selesai dipanaskan dengan sistim karbonasi kemudian didinginkan dengan dicelup pada media pendingin yaitu air.
Peletakan material benda uji ke dalam wadah dari tanah liat selama proses pengarbonan seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Pada tahap ini benda uji dihaluskan dengan ampelas untuk menghasilkan permukaan yang rata. Amplas yang digunakan dari nomor 600, 800, 1000, dan untuk mendapatkan hasil permukaan yang halus dan mengkilap benda uji kemudian dipoles dengan menggunakan autosol untuk menghilangkan goresan-goresan yang diakibatkan oleh amplas
Setelah benda uji cukup halus, maka langkah selanjutnya adalah memoles dengan autosol untuk mendapatkan permukaan yang halus dan mengkilat, sehingga struktur benda uji menjadi jelas. Pemolesan dilakukan sebelum pengujian kekerasan setelah benda dipoles dapat langsung diuji.
Pemolesan autosol pada benda uji harus menggunakan kain yang lembut agar permukaan benda benar-benar mengkilat dan tidak ada goresan, karena apabila ada goresan pada permukaan benda uji, maka goresan akan nyata sekali bila dilihat dibawah mikroskop.
Pengetsaan
Pengetsaan hanya dilakukan untuk benda uji yang akan diamati struktur mikronya. Bahan etsa menggunakan HNO3 (nitrit acid). Tujuannya untuk menampakkan struktur mikro di bawah mikroskop agar tampak jelas.
Pengujian Struktur Mikro
Alat uji yang digunakan dalam proses ini adalah mikroskop (Olympus Metallurgica Microscope) yang mempunyai perbesaran 100X, 200X, 500X, 1000X, dan 2500X, se-dangkan pemotretan struktur mikronya menggunakan alat Olympus Photomicrogra-phic System, dengan perbesaran yang diam-bil 500X.
Masyrukan, Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Baja Karbon Rendah
Akibat Pengaruh Proses Pengarbonan dari Arang Kayu Jati
Tahap PersiapanSurvey LapanganSurvey LapanganPersiapan Benda UjiPemotongan Benda UjiSpesimen Non CarburisingProses CarburisingSpesimen 1Waktu Tahan2 jamSpesimen 2Waktu Tahan4 jamSpesimen 3Waktu Tahan6 jamProses QuenchingUjiKekerasanUji StrukturMikroUji ImpakPengumpulan DataAnalisa DataPembahasanKesimpulan
Pengujian Kekerasan
Alat yang digunakan dalam pengujian kekerasan adalah Olympus Micro Harde-nenss Tester. Metode pengujian kekerasan dalam pengujian ini adalah menggunakan metode vikers dengan menggunakan pene-trator piramida 1360 dengan beban 200 gr dan waktu tahan pembebanan 5 detik. Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali setiap benda uji untuk menentukan kekerasan rata-ratanya.
Pengujian Impact
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ketangguhan suatu spesimen terhadap beban patah. Hal yang sangat penting pada uji impact ini adalah pembuatan takik yang memerlukan ketelitian khusus dan kepresisan yang tinggi.
Pengujian ini dilakukan untuk membanding-kan dua benda uji yaitu baja karbon rendah sebelum dikarbonasi dan baja karbon rendah setelah dikarbonasi. Jadi spesimen uji dibuat sedemikian rupa sehingga kedua benda uji benar-benar memiliki dimensi yang sama.
Pengujian ini menggunakan mesin Charpy Impact Machine.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan hasil pengujian struktur mikro
Dari hasil pengamatan struktur mikro sebelum dikarburising menunjukkan struktur ferit lebih banyak, akan tetapi sesudah proses karburising justru struktur perlitnya yang lebih banyak daripada feritnya.
Dari proses pengujian kekerasan pada 4 spesimen terdapat perbedaan keke-rasan, yaitu pada karburising selama 6 jam dengan harga kekerasan tertinggi (274,6 kg/mm2) disusul dengan karbu-rising selama 4 jam (273,1 kg/mm2) dan karburising selama 2 jam (257,5 kg/mm2) serta raw material dengan harga kekerasan (214,3 kg/mm2).
Pembahasan hasil pengujian impact
Dari pengujian impact pada baja karbon rendah yang sebelum dikarbonasi diperoleh harga keuletan rata-rata sebesar 0,350 Joule/mm2, sedangkan pa-da baja setelah dikarbonasi harga keulet-an rata-ratanya sebesar 1,067 Joule/mm2 kenaikan harga impact pada baja sesudah dikarbonasi dipengaruhi oleh perubahan kekerasan. Hal tersebut akan mempenga-ruhi harga keuletannya. Hasil pengujian impact selengkapnya dapat dilihat pada gambar 9.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil data penelitian dan ha-sil analisa serta pembahasan yang didapat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Berdasarkan data dan grafik hasil pe-ngujian kekerasan pada baja karbon rendah terdapat perubahan kekerasan, yaitu pada raw material (212,18 kg/mm2), kekerasan-nya naik pada proses karbu-rising 2 jam menjadi (257,5 kg/mm2), karburising 4 jam (273,1 kg/mm2) dan karburising 6 jam har-Waktu (jam)
Kekerasan rata-rata (HVN)
900 °C 10.820.570.4100.20.40.60.811.202468Waktu pengkarbonan (jam)Kedalaman difusi (mm)0.351.0130.61.5900.20.40.60.811.21.41.61.801
234 5
Je n is sp e sim e n p e n g a rb o n an d a n w a ktu ta h a n (jam )
Harga impact (J/mm 2)
Raw material246
MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 1, Januari 2006, 40-46
45
ga kekerasannya tertinggi (274,6 kg/mm2).
Hasil pengamatan foto struktur mikro melalui microscope olympus photomi-crographic system dihasilkan foto struktur mikro untuk raw material dan karburising sama terdapat ferit dan perlit, untuk yang dikarburising struktur mikronya, yaitu ferit yang berwarna putih, dan untuk perlit berwarna hitam. Semakin lama proses karburising, semakin banyak pula kandung-an perlitnya yang mengakibatkan semakin tingginya tingkat kekerasan.
Dari pengujian impact pada baja karbon rendah yang sebelum dikarbonasi diperoleh harga keuletan rata-rata sebesar 0,350 Joule/mm2, sedangkan pada baja setelah di-karbonasi harga keuletan rata-ratanya sebesar 1,067 Joule/mm2 kenaikan harga impact pada baja sesudah dikarbonasi dipengaruhi oleh perubahan kekerasan. Hal tersebut mempengaruhi harga keuletannya.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, A. S., 2001, Bahan Kuliah Pemilihan Bahan dan Proses, UMS, Surakarta.
George Zainal Haddy, 1992, Pengetahuan Tentang Bahan Peleburan, YDBA & BBLM.
Sudihono, 1995, Teknologi Besi Tuang Kelabu, Politeknik Manifakturing ITB, Bandung.
Surdia T., Chijiwa, K., 1991, Teknik Pengecoran Logam ,cetakan keenam, Pradnya Paramita, Jakarta.
Vliet, G.L, J. Van, 1984, Teknologi untuk Bangunan Mesin Bahan-bahan I, Erlangga, Jakarta.
Masyrukan, Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Baja Karbon Rendah
Akibat Pengaruh Proses Pengarbonan dari Arang Kayu Jati
46
MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 1, Januari 2006, 40-46
47

Published in: on February 2, 2009 at 2:55 am  Leave a Comment  

Material Teknik

Pengembangan Sistem Pengukuran Sifat Mekanik Bahan
dengan Prinsip Uji Tarik


1. Latar Belakang

Mempelajari sifat dan karakterisasi suatu bahan menjadi salah satu hal yang mutlak
dalam pengembangan material-material baru. Dalam pengembangan bahan baru
tentunya peningkatan karakteristik suatu bahan menjadi target yang harus tercapai dan
dikembangkan.

Dalam mempelajari sifat -sifat mekanik suatu bahan, proses karakterisasi bahan
memegang peranan penting. Secara umum, setiap sampel yang akan diuji akan
dilakukan proses mekanik dengan kompresi (tekan) atau tarik. Dari perubahan-perubahan besaran mekanik ini kemudian diukur dan dianalisa untuk mendapatkan
besaran-besaran khusus dari bahan yang diuji.

Uji tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar
kekuatan suatu bahan dan sebagai  data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji
tarik (tension test) benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar
secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan
yang dialami benda uji. Hasil dari uji tarik ini ditampilkan dalam suatu kurva teangan-
regangan.

Parameter-parameter yang dipergunakan untuk menggambarkan kurva tegangan –
regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh, atau titik luluh, persen
perpanjangan, dan pengurangan luas.

Di sini ini  akan dibangun suatu sistem instrumentasi untuk pengukuran besaran
mekanik secara  insitu. Besaran mekanik yang diukur mengunakan sistem percobaan
tension test atau uji tarik. Sistem instrumentasi ini adalah membuat suatu sistem yang
dapat melakukan pengujia n pada suatu bahan dengan ketebalan tertentu dengan
menarik material yang akan diuji. Pada saat penarikan yang dilakukan dengan motor
ini berlangsung, semua data mekanik yang terjadi pada material akan terekam dan
disimpan melalui komputer yang terintegrasi langsung pada sistem instrumentasi.
Hal ini akan memudahkan eksperimen dan analisis pengujian bahan. Besaran fisis
yang diambil adalah perubahan panjang material sepanjang proses penarikan dan
besarnya gaya yang dilakukan pada bahan saat proses penarikan .

2. Perancangan Sistem

Material Uji (Specimen)
Strain Gauge
Motor Stepper

Sistem yang dibuat adalah berupa suatu mesin tarik. Mesin tarik adalah alat uji untuk
mengetahui sifat mekanik material dengan cara memberikan beban tarik pada material
yang akan diuji. Alat pengujian tarik ini terdiri dari 3 bagian utama, yaitu load cell
(pengukur gaya), pemegang benda uji (specimen), dan pengukur perpanjangan
(extensometer).

Dalam perancangan sitem perangkat pengujian tarik ini sebagai pengukur gaya adal ah
data dari arus yang bekerja pada motor stepper saat ada beban yang bekerja. Pada
dasarnya jika pada motor stepper dikenakan gaya, maka motor akan menghasilkan
arus yang berbeda. Makin besar gaya atau beban yang dikenakan, maka akan semakin
besar arus yang bekerja pada motor. Perubahan arus pada barbagai macam beban
inilah yang dapat dijadikan acuan sebagai pengukur gaya. Sebagai alat pengukur
perpanjangan digunakan sensor berupa strain gauge. Strain gauge ini sensitif terhadap
perubahan panjang. Strain g auge ini dilekatkan pada specimen. Jika specimen ditarik,
maka Luas permukaan benda uji akan semakin berkurang, sehingga dengan demikian
maka nilai hambatan (resistansi) strain gauge akan meningkat.

Pengontrolan pergerakan dan kecepatan stepper motor dila kukan dengan
menggunakan mikrokontroller 89C51. Sedangkan pengaktifan ADC 0804 serta
pengambilan data dilakukan dengan menggunakan parallel port komputer. Semuanya
diintegrasikan dalam suatu program yang mengunakan program Delphi 6.
Dari kurva tegangan  –regangan ini akan didapat informasi tentang beberapa
sifatmekanik dari material yang diuji, antara lain:
– kekuatan (strength)   : kekuatan tarik (tensile strength)
batas luluh (yield point)
– keuletan (ductility)   : perpanjangan (elongation)
reduksi  penampang
-modulus elastisitas

3. Hasil dan Pembahasan

Dalam penerapannya, sebelum data dari strain gauge dan perubahan arus pada stepper
motor diambil melalui parallel port, dilakukan kalibrasi terhadap dua besaran yang
akan kita gunakan. Kalibrasi dilakukan pada motor stepper dan strain gauge.
Di sini terlihat bahwa dengan meningkatnya beban yang dikenakan kepada motor
steper maka akan menaikk an arus yang bekerja pada motor.
Berikut adalah kurva tegangan-regangan yang didapat. Dari kurva inilah bisa
diperoleh informasi tentang strength, yield point, ductility, elongation, dan modulus
elastisitas material.

4. Kesimpulan

Uji tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar
kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi sp esifikasi bahan. Dari kurva
stress-strain bisa diperoleh informasi tentang sifatmekanik material seperti strength,
yield point, ductility, elongation, dan modulus elastisitas.

Referensi

Dieter, George E, 1987, Mechanical Metallurgy, McGraw-Hill, Inc
Aston, Richard, 1990,  Principles of Biomedical Instrumentation and Measurement,
Maxwell Macmillan Canada, Inc
Hall, Douglas V,  1992, Microprocessor and Interfacing, McGraw-Hill Book Co

Published in: on January 30, 2009 at 4:30 am  Leave a Comment  

material teknik

PENGARUH TEMPERATUR PERLAKUAN PANAS  (HEAT TREATMENT)
TERHADAP KESTABILAN FASA-FASA SENYAWA ANTARLOGAM Ti-Al-Zr

PENDAHULUAN
Paduan TiAl merupakan dasar  dari  campuran  senyawa  antara  logam  Ti dan Al
yang mempunyai potensi sebagai bahan airframe high performance dan  turbin gas.
Paduan  ini memiliki massa  jenis  yang  rendah,  temperatur  lebur  (leleh)  yang  tinggi,
kekuatan  pada  temperatur  tinggi  yang  baik  dan  ketahanan  mulur  yang  baik  pula.
Paduan ini dapat dihasilkan dari bahan baku yang berbentuk ingot dan serbuk.(1)

Perlakuan panas terhadap titanium dan titanium paduan pada dasarnya dilakukan
untuk:
•  Menurunkan tegangan sisa yang timbul selama pembuatan.
•  Menghasilkan  kombinasi  optimum  dari  keuletan,  mampu  mesin  dan
struktur yang stabil.
•  Meningkatkan kekuatan.
•  Meningkatkan  sifat-sifat  khusus  seperti:  keuletan,  kuat  lelah  dan  kuat
mulur pada temperatur tinggi.
Berbagai  bentuk  dari  perlakuan  annealing  (contoh:  single,  duplex,  beta  dan
rekristralisasi),  pengerjaan  panas  dan  perlakuan  aging  sangat  menentukan  dalam
memperoleh sifat mekanik yang diinginkan.(2)

Paduan  titanium-alumunium  memiliki  kekuatan  yang  tinggi,  kekakuan  yang
tinggi dan aplikasi yang baik pada  temperatur yang  tinggi. Berdasarkan keunggulan
sifatnya dan didukung oleh sifat ketahanan korosi yang baik pada  temperatur  tinggi,   3
maka  paduan  ini  banyak  digunakan  pada  industri  pesawat  terbang  sebagai  bahan
paduan yang dominan  tetapi  terbatas  jumlahnya karena paduan  ini pada  temperatur
diatas 7000C keuletannya menurun.(3)

Pada penelitian ini dilakukan penambahan unsur zirconium (Zr) pada paduan
Ti-Al  dengan  tujuan  untuk  mengetahui  pengaruh  penambahan  unsur   tersebut
terhadap sifat mekanik (khususnya kekerasan) paduan logam Ti-Al serta mengetahui
kestabilan  fasa-fasa  senyawa  antarlogam  yang  terjadi  setelah  proses  perlakuan
panas dengan temperatur tertentu.
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1.  Pengaruh  perlakuan  panas  terhadap  kekerasan  dan  kestabilan  fasa-fasa
senyawa antarlogam Ti-Al.
2.  Pengaruh  perlakuan  panas  terhadap  kekerasan  dan  kestabilan  fasa-fasa
senyawa antarlogam Ti-Al dengan penambahan Zr

Pada  penelitian  ini  proses  pembuatan  paduan  dilakukan  dengan  cara melebur
logam.  Komposisi  kimia  dari  titanium  dan  alumunium  yang  digunakan  pada
penelitian ini ditunjukan pada Tabel 1.
Temperatur  laku panas adalah 800oC, 900oC dan 1000oC dengan holding  time 120
menit  kemudian di-quench dengan media air. Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil
laku panas adalah:
•  Uji komposisi kimia
•  Difraksi sinar-X
•  Metalografi :  –  Mikroskop optik
–  SEM dan EDS
•  Uji kekerasan
Dari karakterisasi dengan difraksi sinar-X pada paduan Ti– 49%Al-1%Zr pada
temperatur  9000C  terlihat  bahwa  fasa  TiAl  masih  merupakan  fasa  utama  dalam
paduan. Hasil analisa XRD Ti-45%Al-5%Zr    yang belum mengalami heat  treatment
terlihat bahwa fasa TiAl masih dominan disamping muncul puncak ZrAl.
Hasil karakterisasi struktur mikro dengan Mikroskop Optik dan SEM
Pada struktur mikro paduan Ti-50%Al non heat  treatment  terlihat  inti dendrit
mulai  terbentuk dan  inti dendrit  tersebut  tumbuh semakin besar  jika  temperatur heat
treatment  semakin  tinggi  juga  terjadi    pengelompokan  fasa  pada  batas  butir    yang
juga semakin membesar. Pada struktur mikro  paduan Ti-49%Al-1%Zr dan Ti-47%Al-
3%Zr sama halnya dengan pada struktur mikro Ti-50%Al terjadi pertumbuhan dendrit   6
dan kelompok fasa pada daerah batas butir seiring dengan meningkatnya temperatur
heat  treatment  .  Pada  struktur  mikro  paduan  Ti-45%Al-5%Zr    non  heat  treatment
terbentuk  inti  fasa  seperti  terlihat  pada  gambar  3  a  dan  3  b  dimana  jika  dilakukan
heat treatment akan tumbuh membentuk struktur dendrit .
PEMBAHASAN
Hasil pengujian komposisi kimia paduan hasil peleburan dengan spektrometri
ditunjukkan  pada Tabel  3  terlihat  bahwa  terdapat  perbedaan  komposisi  kimia  hasil
perhitungan seperti diperlihatkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Dari hasil penimbangan material sebelum dan setelah proses peleburan yang
ditunjukan pada Tabel 7  terlihat pengurangan berat spesimen. Hal  ini  terjadi akibat
adanya  proses  konveksi  pada  proses  peleburan,  dimana  proses  konveksi  tersebut
menyebabkan  unsur  yang mempunyai  titik  cair  terendah  akan  naik  ke  permukaan
dan menguap  sehingga  berat  spesimen  setelah  peleburan  lebih  rendah  dibanding
sebelum  proses  peleburan.   Namun  demikian  perbedaan  komposisi  kimia  tersebut
dapat  diterima  karena  masuk  dalam  daerah  kestabilan  seperti  yang  diperlihatkan
pada Tabel 1 dan 2.
Berdasarkan  diagram  fasa  kesetimbangan  Ti-Al,  pada  paduan  Ti-50%Al  (%w)
diperlihatkan  fasa-fasa yang  terbentuk pada kondisi setelah proses peleburan yaitu;
pada  temperatur  14520C  fasa  yang  terbentuk  adalah  fasa  cair  dan  pada  saat
pendingan diantara  temperatur 14520C – 14320C akan  terbentuk  fasa cair + TiAl  (γ),
sedangkan  pada  pendinginan  lebih  lanjut  pada  temperatur  dibawah  14320C  akan
terbentuk  fasa  TiAl.  Hal  ini  sesuai  dengan  hasil  pengujian  dengan  menggunakan
difraksi sinar-X pada Gambar 2 dimana puncak-puncak pola difraksi hasil pengujian
paduan  Ti-50%Al  sebelum  proses  perlakuan  panas  dan  Ti-49%Al-1%Zr  setelah
mengalami perlakuan panas temperatur 9000C menunjukkan bahwa TiAl merupakan
fasa  utama.  Sedangkan  pada  puncak-puncak  pola  hasil  difraksi  paduan  Ti-45%Al-
5%Zr  sebelum mengalami  proses  perlakuan  panas  terlihat  bahwa  fasa  TiAl masih
merupakan fasa dominan disamping munculnya puncak ZrAl.
Dari  hasil  pemeriksaan  metalografi  terhadap  spesimen  hasil  peleburan
paduan Ti-Al dan Ti-Al-Zr terlihat bahwa paduan logam mempunyai struktur dendritik
seperti  diperlihatkan  pada  Gambar  3.  Struktur  dendritik  tersebut  disebabkan  oleh
perubahan  temperatur  selama  pembekuan  logam  pada  saat  pendinginan  berlanjut
(under cooling) yang dipengaruhi rasio gradien temperatur per laju pembekuan. Pada
proses peleburan tersebut juga terdapat porositas dimana hal tersebut terjadi karena
terjebaknya gas argon pada saat pembekuan  logam. Setelah proses heat  treatment
dilakukan struktur dendritik pada paduan logam Ti-Al dan Ti-Al-Zr sudah berkurang.
Struktur mikro senyawa antarlogam Ti-50%Al hasil SEM-EDS seperti  terlihat
pada Gambar 4, dan Tabel 4 pada titik 1, %atom Ti sebanding dengan % atom Al hal
ini mengakibatkan daerah tersebut membentuk fasa TiAl. Pada titik 2, %atom Ti lebih
besar dibanding %atom Al,  karena pada daerah  tersebut  fasa  yang  terbentuk Ti3Al
sedangkan  pada  titik  3,  %atom  Al  lebih  besar  dibanding  %atom  Ti  karena  pada
daerah tersebut  fasa yang terbentuk adalah TiAl2.   11
Struktur  mikro  senyawa  antarlogam  Ti-50%Al-5%Zr  hasil  SEM-EDS  seperti
terlihat pada Tabel 5, pada titik 1 %atom Ti lebih besar dari %atom Al dan %atom Zr
karena  pada  daerah  tersebut  fasa  yang  terbentuk  adalah  Ti3Al.  Fasa  TiAl  yang
terbentuk  pada  titik  2,    karena  pada  daerah  tersebut  %atom  Al  lebih  besar  dari
%atom  Ti  dan  Zr,  sedangkan  %atom  Ti  yang  sangat  dominan  pada  titik  3
mengakibatkan daerah tersebut memiliki fasa αTi.
Harga  kekerasan  hasil  proses  heat  treatment  lebih  rendah  dibandingkan
dengan harga kekerasan hasil proses non heat  treatment hal  ini disebabkan karena
pada proses non heat  treatment  terdapat  tegangan  sisa,  tegangan  sisa  inilah  yang
mempengaruhi  harga  kekerasan  pada  proses  non  heat  treatment  tinggi.  Setelah
paduan Ti-Al  dan Ti-Al-Zr  dipanaskan maka  akan  terjadi  penurunan  tegangan  sisa
sehingga paduan akan menjadi lunak. Turunnya kekerasan paduan juga disebabkan
oleh turunnya jumlah kandungan Al pada paduan Ti-Al.
Turunnya  kekerasan  untuk  paduan  Ti-Al  dengan  kandungan  Zr  1%  disebabkan
turunnya  jumlah kandungan Al pada paduan Ti-Al, sedangkan pada  kandungan   Zr
3%  terjadi  kenaikan  harga  kekerasan  Ti-Al.  Hal  tersebut  menunjukkan  bahwa
pengaruh  paduan  Zr  untuk menaikkan  kekerasan  lebih  dominan  bila  dibandingkan
dengan penurunan kekerasan yang diakibatkan oleh  turunnya kandungan Al dalam
paduan Ti-Al. Untuk  penambahan Zr  sebesar  5%  terjadi  penurunan  kekerasannya,
hal  ini  disebabkan  jumlah  penambahan  Zr  sudah  melampaui  batas  maksimal
penambahan  Zr  sehingga  penambahan  Zr  lebih  lanjut  justru  akan  menurunkan
kekerasannya.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.  Harga kekerasan senyawa antarlogam Ti-Al setelah proses perlakuan panas
mengalami  penurunan  dibanding  kekerasan  awalnya,  dimana  harga
kekerasan  sebelum  proses  perlakuan  panas  adalah  543,23  Hv  dan  harga
kekerasan pada pemanasan  tertinggi  yaitu pada  temperatur 1000oC adalah
525, 93 Hv.
2.   Harga  kekerasan  paduan  Ti-Al  cenderung  menurun  seiring  dengan
meningkatnya  penambahan  unsur  Zr,  kecuali  pada  sample  3  harga
kekerasannya    pada  temperatur  900oC  dibanding  dengan  harga  kekerasan
awal paduan Ti-Al-Zr, dimana harga kekerasan pada paduan Ti-Al  sebelum
penambahan  unsur  Zr  adalah  543,23  Hv  sedangkan  dengan  penambahan
unsur Zr 5% harga kekerasannya adalah 540,67 Hv
pada spesimen non heat   12
treatment,  dan  pada  penambahan  Zr  3%    temperatur  900oC  kekerasannya
adalah 543,23 Hv, sedangkan kekerasan awalnya adalah
540,88 Hv.
3.  Fasa  yang  stabil  pada  paduan  logam  Ti-Al  dan  Ti-Al  dengan  penambahan
unsur Zr  yaitu  pada Ti-50%Al dan Ti-45%Al-5%Zr  setelah perlakuan  panas
adalah TiAl.

DAFTAR PUSTAKA

1.  G. X Wang and M. Dahms,  Influence of Heat Treatment on Microstructure of Ti-
35 Wt.%Al  Prepared  by  Elemental  Powder  Metallurgy,  Scripta  Metallurgica  et
Materialia,  Vol. 26 Hal 717, 1992.
2.  ASM Metal handbook, Heat Treating of Titanium and Titanium Alloys, by the ASM
committee  of  Titanium  and  Titanium  Alloys,  ASM  Metal  handbook  vol  8,  8th
Edition, 1979, Hal 763.
3.  M. Bououdma, Z. Luklinska and Z. X. Guo ,Mechanical Alloying of Fine Structured
Ti-Al-Nb Alumides  Involving Ti-Hydride, Materials Science Forum Vols 360-365,
2000, Pp 421.
4.  Bill Seeley, Guide to Using the Reactive Metals,JOM, 1998.
5.  ASM Metal handbook, Microstructure of Titanium and Titanium Alloys by the ASM
Committee  on  Metallography  of  Titanium  and  Titanium  Alloys,  ASM Metal
handbook Vol 1, 8th Edition, 1979, Hal 46.
6.  ASTM E407, Standar Method for Mikro Eatching Metals and Alloys.
7.  Smith, Williams. F, “Principles of Materials Science and Enginering”, pp 102-103,
Mc Graw-Hill Book, 1990.
8.  Sriatie Djaprie dan   Vlack, L.,V, ”  Ilmu Teknologi Bahan (  Ilmu  logam dan bukan
logam)”, pp. 101-102, Erlangga, 1995.
9.  Rothery,  H.,  Principles  of  Phase  Diagrams  in  Materials  System” , Hal 5-7,
Speringer Vorlag Berlin Heidelberg, 1982.
10. ASM Handbook, “ Alloys Phase Diagram” , hal 244, 1992.
11. ASM Metal Handbook Vol 1, 8th Edition, 1979.
12. ASM Metal HandbookVol 9, 9th Edition, 1995.

Published in: on January 30, 2009 at 4:23 am  Leave a Comment  

material teknik

PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP KEKUATAN

TARIK DAN KETANGGUHAN IMPAK PADA PADUAN

ALUMINUM TUANG 320

1. Pendahuluan.

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat mekanik, ketahana korosi dan hataran listrik yang baik. Logam ini dipergunakan secara luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga, tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, otomotif, kapal laut, konstruksi dan lain – lain. Untuk mendapatkan peningkatan kekuatan mekanik, biasanya logam aluminium dipadukan dengan dengan unsur Cu, Si, Mg, Zn, Mn, Ni, dan sebagainya. Mengolah biji logam menjadi aluminium (Al) memerlukan energi yang besar, sedangkan sumber biji aluminium semakin berkurang. Salah satu usaha untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan daur ulang. Karena keterbatasan yang ada seperti pada industri kecil (kasus pengecoran pada industri kecil) tidak semua menggunakan bahan baku murni, tetapi memanfaatkan aluminium sekrap ataupun reject materials dari peleburan sebelumnya untuk dituang ulang (remelting).

Dari hasil pengecoran industri kecil ( pelek misalnya ) pada saat digunakan mengalami beban berulang dan kadang – kadang beban kejut sehingga peralatan tersebut harus mendapatkan jaminan terhadap kerusakan akibat retak – lelah, sehingga aman dalam penggunaan atau bahkan mempunyai usia pakai (life time) lebih lama.

2. Teori Dasar.

Aluminium dipakai sebagai paduan berbagai logam murni, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat – sifat mekanisnya dan mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur – unsur lain. Unsur – unsur paduan itu adalah tembaga, silisium, magnesium, mangan, nikel, dan sebagainya yang dapat merubah sifat paduan aluminium. Macam – macam Unsur paduan aluminium dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Paduan aluminium – tembaga, aluminium – temabaga – silisium.

Paduan aluminium – tembaga adalah paduan aluminium yang mengandung tembaga 4,5 %, memiliki sifat – sifat mekanik dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cornya agak jelek. Paduan aluminium tembaga – silisium dibuat dengan menambah 4 – 5 % silisium pada paduan aluminium tembaga untuk memperbaiki sifat mampu cornya. Paduan ini dipakai untuk bagian – bagian motor mobil, meteran, dan rangkah utama dari katup.

2. Paduan aluminium – silisium, aluminium – silisium – magnesium.

Paduan eutektik dari aluminium dan silisium sekitar 2 % disebut silumin yang memiliki mampu cor yang baik, sehingga terutama dipakai untuk bagian – bagian meisn biasa. Tetapi paduan yang biasa dicor mempenyai sifat mekanik yang jelek karena butir – butir silisium yang besar, sehingga dicor dengan tambahan natrium dan agitasi dari logam cair untuk membuat kristal halus dan memperbaiki sifat – sifat mekanik, tetapi cara ini tidak efektif untuk coran besar. Paduan aluminium silisium diperbaiki sifat mekaniknya dengan menambahkan magnesium, tembaga atau mangan dan selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas.

3. Paduan aluminium – magnesium.

Paduan aluminium yang mengandung magnesium 4 % atau 10 % mempunyai ketahanan korosi dan sifat mekanik yang baik. Paduan ini mempunyai kekuatan tarik diatas 30 kgf/mm2 dan perpanjangan diatas 12 % dipakia untuk alat – alat industri kimia , kapal laut, dan pesawar terbang.

4. Paduan aluminium tahan panas.

Paduan ini terdiri dari Al – Cu – Ni – Mg yang kekuatannya tidak berubah sampai 300 C, sehingga paduan ini dipakai untuk torak dan tutup silender.

Tuang Ulang :

Peleburan aluminium tuang dapat dilakukan pada tanur krus besi cor, tanur krus dan tanur nyala api. Logam yang dimasukkan pada dapur terdiri dari sekrap ( remelt ) dan aluminium ingot. Aluminium paduan tuang ingot didapatkan dari peleburan primer dan sekunder serta pemurnian.

Kebanyakan kontrol analisa didapatkan dari analisis pengisian yang diketahui, yaitu ketelitian pemisahan tuang ulang dan ingot aluminium baru. Ketika perlu ditambahkan elemen pada aluminium, untuk logam yang mempenyai titik lebur rendah seperti seng dan magnesium dapat ditambahkan dalam bentuk elemental. Sekrap dari bermacam – macam logam tidak dapat dicampurkan bersama ingot dan tuang ulang apabila standar ditentukan. Praktek peluburan yang baik mengharuskan dapur dan logam yang dimasukan dalam keadaan bersih. Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena oksidasi lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemidian dipanaskan mula. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditaburkan untuk mengurangi oksidasi dan absorbsi gas. Selama pencairan, permukaan harus ditutup fluk dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segresi.

Hasil pengecoran ketidaksempurnaan yang mempengaruhi kemampuan mekanis. Cacat hasil pengecoran terdiri dari :

a. Salah bentuk cetakan

Cacat yang disebabkan oleh salah dalam membuat medel cetakan.

b. Cacat inklusi pasir

Yaitu cacat yang disebabkan pasir dari cetakan masuk kedalam cairan logam

c. Cacat gas.

Apabila diberi kesempatan paduan aluminium akan menyerap gas hidrogen. Peningkatan temperatur sebuah efek yang sangat besar pada kelarutan maksimum dari hidrogen pada aluminium, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1. Pada titik lebur tiba – tiba terjadi kenaikkan kelarutan hidrogen pada aluminium sampai dicapainya temperatur penuangan.

Gambar 1. Pengaruh temperatur pada kelarutan hidrogen dalam aluminium

d. Cacat penyusutan.

Yaitu cacat yang disebabkan kontraksi volume di dalam larutan dan pada saat pembekuan.

3. Proses Pengecoran.

Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis pengecoran ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Proses penuangan.

2. Proses pencetakan.

Proses penuangan adalah proses pembuatan benda kerja dari logam tanpa adanya penekanan sewaktu logam cair mengisi cetakan. Cetakan biasanya terbuat dari pasir, plaster, keramik, atau

bahan tahan api lainnya.

Proses pencetakan adalah proses pembuatan benda kerja dari logam cair disertai dengan

penekanan pada waktu logam cair tersebut mengisi rongga cetakan. Proses ini, cetakan biasanya

terbuat dari logam.

4 Uji Tarik

Untuk mengetahui kekuatan tarik suatu bahan adalah dengan menggunkan pengujian

tarik. Beban dikenakan pada spesimen yang ditarik dengan tarikan konstan. Beban (P) dan perpanjangan ( ) hasilk langsung dari pengujian. Sedangkan tegangannya (σ) adalah beban (P) dibagi dengan luas penampang ( A ), sehingga rumusnya adalah :

Untuk mengetahui kekuatan tarik suatu bahan adalah dengan menggunkan pengujian

tarik. Beban dikenakan pada spesimen yang ditarik dengan tarikan konstan. Beban (P) dan perpanjangan ( ) hasilk langsung dari pengujian. Sedangkan tegangannya (σ) adalah beban (P) dibagi dengan luas penampang ( A ), sehingga rumusnya adalah :

σ = P/A kg / mm2 (1)

dimana : σ = Tegangan

P = Beban

A = Luas penampang.

Gambar 2. Spesimen uji tarik

5. Pengujian Impak.

Tenaga impak adalah tenaga yang diperlukan untuk memematahkan standar benda uji di bawah beban impak dan ini merupakan ketangguhan dari bahan. Pada umumnya pengukuran tenaga impak menggunakan Charpy. Batang percobaan berbentuk batang empat persegi panjangdengan ukuran yang dinormalisir. Beban dijatuhkan dengan sudut jatuh α dan sisi pisau mengenai batang percobaan yang oleh karenanya akan patah dan berayun melalui sudut β

Pada metode charpy batang uji ditunjang pada kedua ujungnya diletakkan horizontal dan arah pemukulan searah dengan takikkan. ( gambar 4 )

Gambar 3. Spesimen Uji Impak

Kekuatan impak dapat didefinisikan sebagai energi yang digunakan untuk mematahkan batang uji dibagi dengan luas penampang pada daerah takikkan. Energi yang mematahkan barang uji dihitung berdasarkan berat dan ketinggian ayuana pendulum sebelum dan setelah impak. Tanpa memperhatikan kehilangan energi. Energi yang dipakai untuk mematahkan test piece dapat dihitung sebagai berikut :

Energi awal (Eo) : W L = W (1 – Cos α ) (2)

Energi akhir (E1) : W L1 = W ( 1 – Cos β ) (3)

Energi untuk mematahkan test piece adalah :

– (E) = W . L ( cos β – cos α ) kgm (4)

Untuk kekuatan impak dari paduan aluminium dapat dihitung dengan rumus ;

– IS =WLg(cosβ − cosα ) (kg/mm2) (5)

A

5. Cara Penelitian

Bahan yang diteliti adalah paduan aluminium dengan komposisi kimia : 72,37 % Al, 11,39% Si, 6,82% Mg, 2,77% Cu.

Jalan penelitian :

1. Proses pengecoran untuk membuat spesimen pengujian.

2. Proses Machining.

3. Pengujian bahan

4. Analisa data.

6. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan pada aluminium paduan Al.320, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Tuang ulang mengakibatkan penurunan kekuatan tarik.

2. Tuang ulang mengakibatkan penurunan ketangguhan impak

3. Penurunan kekuatan tarik dan ketangguhan impak disebabkan karena pada struktur mikronya terjadi peningkatan porositas setiap dilakukan tuang ulang. Porositas terjadi

karena timbulnya gas H2 .

7. Daftar Pustaka.

[1] Neff, David V., 2002 Understanding Aluminium Degassing, Modern Casting, May

2002.

[2] Surdia, T., dan Chijiwa K., 1991, Teknik Pengecoran Logam, PT Pradnya Paramita,

Jakarta.

[3] Surdia, T., dan Shinroku., 1992, Pengetahuan Bahan Teknik, PT Pradnya Paramita,

Jakarta.

[4] Shachelfort J.F., 1992, Introduction to Materials Science for Engineers, Prentice

Hall International Inc

Published in: on January 29, 2009 at 5:16 am  Leave a Comment  

Material Teknik

PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP KEKUATAN

TARIK DAN KETANGGUHAN IMPAK PADA PADUAN

ALUMINUM TUANG 320

1. Pendahuluan.

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat mekanik, ketahana korosi dan hataran listrik yang baik. Logam ini dipergunakan secara luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga, tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, otomotif, kapal laut, konstruksi dan lain – lain. Untuk mendapatkan peningkatan kekuatan mekanik, biasanya logam aluminium dipadukan dengan dengan unsur Cu, Si, Mg, Zn, Mn, Ni, dan sebagainya. Mengolah biji logam menjadi aluminium (Al) memerlukan energi yang besar, sedangkan sumber biji aluminium semakin berkurang. Salah satu usaha untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan daur ulang. Karena keterbatasan yang ada seperti pada industri kecil (kasus pengecoran pada industri kecil) tidak semua menggunakan bahan baku murni, tetapi memanfaatkan aluminium sekrap ataupun reject materials dari peleburan sebelumnya untuk dituang ulang (remelting).

Dari hasil pengecoran industri kecil ( pelek misalnya ) pada saat digunakan mengalami beban berulang dan kadang – kadang beban kejut sehingga peralatan tersebut harus mendapatkan jaminan terhadap kerusakan akibat retak – lelah, sehingga aman dalam penggunaan atau bahkan mempunyai usia pakai (life time) lebih lama.

2. Teori Dasar.

Aluminium dipakai sebagai paduan berbagai logam murni, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat – sifat mekanisnya dan mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur – unsur lain. Unsur – unsur paduan itu adalah tembaga, silisium, magnesium, mangan, nikel, dan sebagainya yang dapat merubah sifat paduan aluminium. Macam – macam Unsur paduan aluminium dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Paduan aluminium – tembaga, aluminium – temabaga – silisium.

Paduan aluminium – tembaga adalah paduan aluminium yang mengandung tembaga 4,5 %, memiliki sifat – sifat mekanik dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cornya agak jelek. Paduan aluminium tembaga – silisium dibuat dengan menambah 4 – 5 % silisium pada paduan aluminium tembaga untuk memperbaiki sifat mampu cornya. Paduan ini dipakai untuk bagian – bagian motor mobil, meteran, dan rangkah utama dari katup.

2. Paduan aluminium – silisium, aluminium – silisium – magnesium.

Paduan eutektik dari aluminium dan silisium sekitar 2 % disebut silumin yang memiliki mampu cor yang baik, sehingga terutama dipakai untuk bagian – bagian meisn biasa. Tetapi paduan yang biasa dicor mempenyai sifat mekanik yang jelek karena butir – butir silisium yang besar, sehingga dicor dengan tambahan natrium dan agitasi dari logam cair untuk membuat kristal halus dan memperbaiki sifat – sifat mekanik, tetapi cara ini tidak efektif untuk coran besar. Paduan aluminium silisium diperbaiki sifat mekaniknya dengan menambahkan magnesium, tembaga atau mangan dan selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas.

3. Paduan aluminium – magnesium.

Paduan aluminium yang mengandung magnesium 4 % atau 10 % mempunyai ketahanan korosi dan sifat mekanik yang baik. Paduan ini mempunyai kekuatan tarik diatas 30 kgf/mm2 dan perpanjangan diatas 12 % dipakia untuk alat – alat industri kimia , kapal laut, dan pesawar terbang.

4. Paduan aluminium tahan panas.

Paduan ini terdiri dari Al – Cu – Ni – Mg yang kekuatannya tidak berubah sampai 300 C, sehingga paduan ini dipakai untuk torak dan tutup silender.

Tuang Ulang :

Peleburan aluminium tuang dapat dilakukan pada tanur krus besi cor, tanur krus dan tanur nyala api. Logam yang dimasukkan pada dapur terdiri dari sekrap ( remelt ) dan aluminium ingot. Aluminium paduan tuang ingot didapatkan dari peleburan primer dan sekunder serta pemurnian.

Kebanyakan kontrol analisa didapatkan dari analisis pengisian yang diketahui, yaitu ketelitian pemisahan tuang ulang dan ingot aluminium baru. Ketika perlu ditambahkan elemen pada aluminium, untuk logam yang mempenyai titik lebur rendah seperti seng dan magnesium dapat ditambahkan dalam bentuk elemental. Sekrap dari bermacam – macam logam tidak dapat dicampurkan bersama ingot dan tuang ulang apabila standar ditentukan. Praktek peluburan yang baik mengharuskan dapur dan logam yang dimasukan dalam keadaan bersih. Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena oksidasi lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemidian dipanaskan mula. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditaburkan untuk mengurangi oksidasi dan absorbsi gas. Selama pencairan, permukaan harus ditutup fluk dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segresi.

Hasil pengecoran ketidaksempurnaan yang mempengaruhi kemampuan mekanis. Cacat hasil pengecoran terdiri dari :

a. Salah bentuk cetakan

Cacat yang disebabkan oleh salah dalam membuat medel cetakan.

b. Cacat inklusi pasir

Yaitu cacat yang disebabkan pasir dari cetakan masuk kedalam cairan logam

c. Cacat gas.

Apabila diberi kesempatan paduan aluminium akan menyerap gas hidrogen. Peningkatan temperatur sebuah efek yang sangat besar pada kelarutan maksimum dari hidrogen pada aluminium, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1. Pada titik lebur tiba – tiba terjadi kenaikkan kelarutan hidrogen pada aluminium sampai dicapainya temperatur penuangan.

Gambar 1. Pengaruh temperatur pada kelarutan hidrogen dalam aluminium

d. Cacat penyusutan.

Yaitu cacat yang disebabkan kontraksi volume di dalam larutan dan pada saat pembekuan.

3. Proses Pengecoran.

Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis pengecoran ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Proses penuangan.

2. Proses pencetakan.

Proses penuangan adalah proses pembuatan benda kerja dari logam tanpa adanya penekanan sewaktu logam cair mengisi cetakan. Cetakan biasanya terbuat dari pasir, plaster, keramik, atau

bahan tahan api lainnya.

Proses pencetakan adalah proses pembuatan benda kerja dari logam cair disertai dengan

penekanan pada waktu logam cair tersebut mengisi rongga cetakan. Proses ini, cetakan biasanya

terbuat dari logam.

4 Uji Tarik

Untuk mengetahui kekuatan tarik suatu bahan adalah dengan menggunkan pengujian

tarik. Beban dikenakan pada spesimen yang ditarik dengan tarikan konstan. Beban (P) dan perpanjangan ( ) hasilk langsung dari pengujian. Sedangkan tegangannya (σ) adalah beban (P) dibagi dengan luas penampang ( A ), sehingga rumusnya adalah :

Untuk mengetahui kekuatan tarik suatu bahan adalah dengan menggunkan pengujian

tarik. Beban dikenakan pada spesimen yang ditarik dengan tarikan konstan. Beban (P) dan perpanjangan ( ) hasilk langsung dari pengujian. Sedangkan tegangannya (σ) adalah beban (P) dibagi dengan luas penampang ( A ), sehingga rumusnya adalah :

σ = P/A kg / mm2 (1)

dimana : σ = Tegangan

P = Beban

A = Luas penampang.

Gambar 2. Spesimen uji tarik

5. Pengujian Impak.

Tenaga impak adalah tenaga yang diperlukan untuk memematahkan standar benda uji di bawah beban impak dan ini merupakan ketangguhan dari bahan. Pada umumnya pengukuran tenaga impak menggunakan Charpy. Batang percobaan berbentuk batang empat persegi panjangdengan ukuran yang dinormalisir. Beban dijatuhkan dengan sudut jatuh α dan sisi pisau mengenai batang percobaan yang oleh karenanya akan patah dan berayun melalui sudut β

Pada metode charpy batang uji ditunjang pada kedua ujungnya diletakkan horizontal dan arah pemukulan searah dengan takikkan. ( gambar 4 )

Gambar 3. Spesimen Uji Impak

Kekuatan impak dapat didefinisikan sebagai energi yang digunakan untuk mematahkan batang uji dibagi dengan luas penampang pada daerah takikkan. Energi yang mematahkan barang uji dihitung berdasarkan berat dan ketinggian ayuana pendulum sebelum dan setelah impak. Tanpa memperhatikan kehilangan energi. Energi yang dipakai untuk mematahkan test piece dapat dihitung sebagai berikut :

Energi awal (Eo) : W L = W (1 – Cos α ) (2)

Energi akhir (E1) : W L1 = W ( 1 – Cos β ) (3)

Energi untuk mematahkan test piece adalah :

– (E) = W . L ( cos β – cos α ) kgm (4)

Untuk kekuatan impak dari paduan aluminium dapat dihitung dengan rumus ;

– IS =WLg(cosβ − cosα ) (kg/mm2) (5)

A

5. Cara Penelitian

Bahan yang diteliti adalah paduan aluminium dengan komposisi kimia : 72,37 % Al, 11,39% Si, 6,82% Mg, 2,77% Cu.

Jalan penelitian :

1. Proses pengecoran untuk membuat spesimen pengujian.

2. Proses Machining.

3. Pengujian bahan

4. Analisa data.

6. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan pada aluminium paduan Al.320, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Tuang ulang mengakibatkan penurunan kekuatan tarik.

2. Tuang ulang mengakibatkan penurunan ketangguhan impak

3. Penurunan kekuatan tarik dan ketangguhan impak disebabkan karena pada struktur mikronya terjadi peningkatan porositas setiap dilakukan tuang ulang. Porositas terjadi

karena timbulnya gas H2 .

7. Daftar Pustaka.

[1] Neff, David V., 2002 Understanding Aluminium Degassing, Modern Casting, May

2002.

[2] Surdia, T., dan Chijiwa K., 1991, Teknik Pengecoran Logam, PT Pradnya Paramita,

Jakarta.

[3] Surdia, T., dan Shinroku., 1992, Pengetahuan Bahan Teknik, PT Pradnya Paramita,

Jakarta.

[4] Shachelfort J.F., 1992, Introduction to Materials Science for Engineers, Prentice

Hall International Inc

Published in: on January 29, 2009 at 1:00 am  Comments (1)